Kamis 25 Mar 2021 00:17 WIB

Empat Kerabat Direktur Investasi BPJS Naker Diperiksa

Pemeriksaan untuk menggali ada atau tidaknya bentuk permufakatan jahat di BPJS Naker.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus Yulianto
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak (tengah)
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak (tengah)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus-Kejagung) memeriksa empat kerabat direktur pengembangan investasi di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Naker). Pemeriksaan tersebut, sebagai lanjutan dari penyidikan dugaan korupsi dan penyimpangan keuangan  dalam pengelolaan investasi BPJS Naker. 

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Leonard Ebenezer Simanjuntak mengatakan, mereka yang diperiksa, yakni berinisial ER, FRB, MI, dan YS. “Saksi-saksi yang diperiksa (ER, FRB, MI, dan YS) adalah selaku kerabat direktur pengembangan investasi BPJS Ketenagakerjaan,” kata Ebenezer dalam rilis resmi penyidikan yang diterima wartawan di Kejakgung, Jakarta, pada Rabu (24/3). Ebenezer tak menerangkan direktur pengembangan investasi BPJS Naker yang dimaksud, mengacu pada nama siapa. 

Direktur Penyidikan di Jampidsus Febrie Adriansyah mengatakan, pemeriksaan empat saksi, kerabat petinggi di BPJS Naker tersebut, kebutuhan penyidikan untuk menggali ada atau tidaknya bentuk permufakatan jahat, maupun perbuatan pidana lain yang merugikan investasi BPJS Naker. “Penyidikan tadi, untuk mencari nomine-nomine (nama-nama samaran), atau pihak-pihak yang diduga turut mengendalikan saham-saham investasi BPJS Ketenagakerjaan,” terang Febrie, saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Rabu (24/3).

Febrie pernah membeberkan, dugaan korupsi BPJS Naker merugikan keuangan negara mencapai Rp 20-an triliun. Febrie menerangkan, kerugian tersebut, terkait dugaan penyimpangan investasi saham, dan reksa dana. “Dalam tiga tahun bisa rugi sampai (Rp) 20 T (triliun). Kalau itu kerugian bisnis, apakah memang analisanya sebodoh itu, bisa sebesar itu? Karena analisanya memang salah, atau sengaja dibuat salah, untuk maksud tertentu,” terang Febrie kepada Republika, Kamis (11/2).

Namun, sampai saat ini, penyidikan di Jampidsus, belum dapat menetapkan satupun tersangka. Febrie melanjutkan, penetapan tersangka, hanya tinggal menunggu bukti-bukti kuat terkait ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara.

Kata Febrie, adanya kerugian negara tak dapat menjadi satu-satunya faktor penetapan tersangka. Menurut dia, penyidiknya memerlukan telaah hukum yang terang, dan bukti kuat tentang adanya perbuatan pidana yang mengakibatkan kerugian negara.

“Jadi penyidikan BPJS Ketenagakerjaan ini, hanya tinggal pendalaman-pendalaman, dari petunjuk-petunjuk yang sudah diberikan. Terutama menyangkut, ada atau tidaknya pihak-pihak di dalam manajemen BPJS Ketenagakerjaan, dan pihak-pihak di luar (BPJS Naker) yang mengatur nilai-nilai saham yang membuat BPJS Ketenagakerjaan mengalami kerugian, dan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu,” ucap Febrie.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement