Kamis 04 Mar 2021 00:05 WIB

Stafsus Edhy Ancam Copot Dirjen tak Setuju Ekspor Lobster

Sejak awal menjabat, Edhy Prabowo berniat untuk melakukan ekspor benih lobstes.

Tersangka staf khusus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang juga Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster Andreau Misanta Pribadi (kiri) usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/2/2021). Andreau Misanta Pribadi diperiksa dalam perkara dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster.
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Tersangka staf khusus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang juga Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster Andreau Misanta Pribadi (kiri) usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/2/2021). Andreau Misanta Pribadi diperiksa dalam perkara dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Andreau Misanta selaku staf khusus mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pernah mengancam M. Zulficar Mochtar dicopot sebagai Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan karena tidak setuju dengan ekspor benih lobster (benur).

"Saat diminta untuk tanda tangan rekomendasi pengekspor pada 9 Juli saya tolak meski dari Dirjen Budidaya sudah lolos, lalu Andreau lapor ke menteri kemudian Pak Menteri telepon saya, kemudian Andreau bilang 'Ficar ini akan dicopot oleh menteri'," kata Zulficar di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (3/3).

Zulficar menyampaikan hal tersebut saat menjadi saksi untuk terdakwa Direktur PT. Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) Suharjito yang didakwa memberikan suap senilai total Rp 2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp 1,44 miliar) dan Rp 706.055.440 kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

"Pak Menteri mengatakan ke saya 'Pak Fickar sudah diloloskan saja perusahana tersebut, barangnya sudah di bandara kalau gagal ekspor karena suratnya tidak keluar bisa-bisa barangnya rugi, kita yang bermasalah'. Saya katakan, baik saya cek lagi, secara administraitf memang sudah lengkap semua," ungkap Zulficar.

Akhirnya Zulficar menandatangani dokumen persyaratan untuk PT Aquatic SSLautan Rejeki, PT Tania Asia Marina, UD Samudera Jaya, PT Grahafoods Indo Pasifik dan PT Indotama Putra Wahana. "Setelah saya tanda tangan 5 dokumen perusahaan tersebut dan minggu depannya saya ajukan pengunduran diri. Tanggal 13 Juli 2020 saya buat surat pengunduran diri, tanggal 14 Juli saya serahkan dan tanggal 17 Juli saya terakhir masuk kantor," tutur Zulficar.

Menurut Zulficar, selain 5 perusahaan itu, pada Juni 2020 sudah ada 2 perusahaan yang sempat melakukan ekspor benih lobster tanpa sepengetahuan dirinya. Yaitu PT Aquatic SS Lautan Rejeki dan PT Tania Asia Marina.

"Memang secara administrasinya sudah beres dokumennya, tapi saya tidak yakin masa dalam waktu 1-2 bulan sudah sukses 'restocking' dan budi daya karena seharusnya butuh waktu setahun sampai perusahaan sukses budi daya, saya tanya di mana dirjen Budidaya, di mana direktur-nya? Karena menurut saya hal itu tidak valid," ungkap Zulficar.

Zulficar mengaku, juga sempat melaporkan hal tersebut ke Itjen KKP karena tidak yakin dengan mekanisme pemberian rekomendasi perusahaan ekspor. "Walau saya bergantung ke sistem, kan ada Ditjen Pengawasan, Ditjen Budidaya, Ditjen Karantina tugasnya saya di perikanan tangkap sudah terpenuhi semua meski secara logika tidak beres dan saya tahu aturan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) belum keluar dari Kementerian Keuangan sehingga pemasukan negara dari sekitar 40 juta benih lobster yang diekspor hanya sekitar Rp11 juta karena mengikut aturan PP 75 tahun 2015 yaitu per 1.000 benih lobster hanya dihitung Rp 250," ucap Zulficar menjelaskan.

Zulficar mengaku, memang sejak awal Edhy Prabowo berniat untuk melakukan ekspor benih lobster yang didukung dengan para penasihat dan komite pemangku kepentingan. "Pak menteri punya penasihat jumlahnya 13-14 orang dan komite pemangku kepentingan untuk sosialisasi masyarakat, jadi penasihat dan komite tahu prosesnya dan juga di-'back up' biro hukum," ujarnya.

Para penasihat di KKP antara lain adalah mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri sebagai koordinator, Bayu Priyambodo serta Effendy Gazali. "Effendy Gazali katanya aktif dan punya pengalaman budi daya, tapi pastinya saya tidak tahu," ungkap Zulficar.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement