Kamis 25 Feb 2021 20:30 WIB

Persiapan Penyandang Diabetes Sebelum Vaksinasi

35 persen penderita Covid-19 di Indonesia adalah penyandang diabetes.

Petugas kesehatan bersiap menyuntikan vaksin COVID-19. Penyandang diabetes yang kondisinya terkontrol tetap bisa mendapatkan vaksin COVID-19. Sebelum divaksinasi ada sejumlah persiapan yang perlu dilakukan agar gula darah terkontrol.
Foto: ANTARA/Wahyu Putro A.
Petugas kesehatan bersiap menyuntikan vaksin COVID-19. Penyandang diabetes yang kondisinya terkontrol tetap bisa mendapatkan vaksin COVID-19. Sebelum divaksinasi ada sejumlah persiapan yang perlu dilakukan agar gula darah terkontrol.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Ichsan Emerald Alamsyah, Sapto Andika Candra

Penderita diabetes mungkin khawatir apakah dia bisa ikut program vaksinasi Covid-19 yang sedang berjalan di Tanah Air. Lalu apakah yang harus diperhatikan pemilik diabetes agar bisa masuk kategori penerima vaksinasi.

Baca Juga

Ketua Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Prof Dr dr Ketut Suastika, SpPD-KEMD, mengatakan penderita diabetes perlu menjaga kadar gula darah dengan baik sebelum akhirnya melakukan vaksinasi Covid-19. "Orang diabetes sebenarnya mendapat prioritas untuk vaksinasi. Mungkin lebih baik hasilnya jika gula darahnya lebih baik. Jadi, sebaiknya dianjurkan pasiennya untuk menjaga kadar gula darah yang baik," kata Prof Suastika, Kamis (25/2).

Ketika disinggung apakah ada penyandang diabetes tipe tertentu yang tidak dibolehkan mengikuti vaksinasi, pria yang juga akrab disapa Prof Suas itu mengatakan, tidak ada larangan tertentu. "Secara umum tidak ada larangan vaksinasi, kecuali yang sedang dengan komplikasi akut. Masuk rumah sakit, misalnya, akibat infeksi, stroke, jantung, kegawatan diabetes, dan lain sebagainya," kata Rektor Universitas Udayana Bali periode 2013-2017 itu.

Sebelumnya, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) juga merekomendasikan penyandang diabetes yang dapat menerima vaksin Covid-19 adalah penyandang diabetes melitus tipe 2 terkontrol dan HbA1c < 7,5 persen. Saat ditanya mengenai apakah penderita diabetes yang tengah menjalani terapi insulin akan terpengaruh ketika menjalani vaksinasi dan/atau pengobatan Covid-19, Prof Suastika mengatakan insulin tetap dibutuhkan, terutama bagi penyandang diabetes yang kritis.

"Covid ini kalau dibagi ada ringan, sedang, berat, dan kritis. Kalau yang kritis dan masuk rumah sakit memang tetap harus diinsulin, karena ini bisa mengendalikan gula darah secara cepat," jelasnya.

Adapun bagi mereka yang berada di fase prediabetes, utamanya pada tahap awal, maka cukup mengubah gaya hidup. "Kami diundang Kementerian Kesehatan RI untuk ikut merancang program untuk intervensi prediabetes melalui lifestyle. Dengan memperbaiki pola hidup seperti diet dan olah raga, maka sebenarnya bisa mencegah prediabetes ke diabetes. Namun, perlu diingat bahwa prediabetes ini sudah bisa menyebabkan komplikasi," paparnya.

Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI pada 2019, Indonesia menempati urutan ke 7 penderita diabetes terbanyak di dunia, dengan total 10,7 juta kasus.Urutan pertama ditempati China (116,4 juta), disusul India (77 juta), Amerika Serikat (31 juta), Pakistan (19,4 juta), Brasil (16,8 juta) dan Meksiko (12,8 juta).

Sebesar 50 persen penyandangnya di Indonesia tidak menyadari jika ternyata dirinya terkena penyakit diabetes. Akibatnya mereka baru melakukan konsultasi dengan dokter saat sudah terjadi komplikasi.

Prof Suastika mengajak masyarakat Indonesia untuk mengendalikan gula darah lebih baik dan tidak perlu takut untuk rajin berobat demi mencegah komplikasi tersebut. "Semoga bisa mengendalikan gula darah lebih baik, apalagi di musim pandemi Covid-19. BPJS sudah meng-cover, dan obatnya relatif cukup, apalagi ditambah dengan insulin co-formulation ini bisa dimanfaatkan masyarakat luas. Dan jangan takut untuk berobat secara teratur untuk cegah komplikasi," katanya.

Penyandang diabetes yang terinfeksi Covid-19 mencapai 35 persen dari jumlah pasien Covid-19 yang ada di Indonesia. Tingginya pasien diabetes yang terinfeksi virus Covid-19, menjadi salah satu alasan mengapa diabetesi perlu divaksin.

Dr dr Em Yunir, SpPD-KEMD, Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan Metabolik Endokrin dari RS Cipto Mangunkusumo, sekaligus Sekjen Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), memaparkan betapa rentannya penyandang diabetes terhadap Covid-19. “Pertama pasien diabetes merupakan kelompok yang rentan terinfeksi Covid-19 karena mengalami penurunan sistem imun. Yang kedua karena mereka mudah mengalami berbagai macam infeksi yang dapat memperparah kondisi penyakit diabetes, dan alasan ketiga adalah vaksin dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien Diabetes Melitus dengan Covid-19,” ucap Em Yunir, dalam webinar, Sabtu (20/2).

Sebelum divaksin, ia menyarankan penyandang diabetes mempersiapkan diri. Penyandang diabetes harus mengetahui kondisi diabetes yang dideritanya, apakah dalam kondisi akut atau terkontrol dengan obat-obatan.

Karena itu, dalam pendaftaran vaksin biasanya sudah ada rekam medis secara otomatis. Sehingga jika penyandang diabetes akan vaksin di Puskesmas atau rumah sakit, akan dicek lagi gula darahnya. Kalau gula darah tinggi, biasanya 300-400 mg/dl biasanya vaksin akan ditunda.

"Hanya saja jika gula darah terkontrol misalnya 150-200 mg/dl dan itu diupayakan dengan obat-obatan pengendali gula darah, bisa mendapatkan vaksin Covid-19. Selain itu apabila ada gejala lain seperti demam atau diare, penyandang diabetes juga tidak boleh mendapatkan vaksin,” ungkap Em Yunir.

Pentingnya penyandang diabetes memperhatikan kondisi gula darah sebelum divaksin, dikarenakan kondisi gula darah sangat mempengaruhi respon imun. Semakin baik hasil gula darahnya, maka respon imun penyandang diabetes akan lebih baik dibandingkan diabetesi yang gula darahnya tidak terkontrol.

Ada beberapa hal lainnya yang juga dikemukakan Em Yunir terkait respon imun penyandang diabetes terhadap vaksin. Bahwa kontrol Diabetes Melitus yang buruk, di mana kadar gula darah tidak terkontrol atau penggunaan insulin dalam jangka waktu lama, dapat mempengaruhi penurunan sistem imun dan meningkatkan risiko infeksi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement