Jumat 05 Feb 2021 13:16 WIB

KPAI: SKB tentang Seragam Bisa Hentikan Persoalan Intoleran

KPAI mengapresiasi terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri soal seragam.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Bayu Hermawan
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti
Foto: Republika TV/Muhammad Rizki Triyana
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri antara Mendikbud Nadiem Makarim, Mendagri Tito Karnavian, dan Menag Yaqut Cholil Qoumas. SKB 3 Menteri tersebut mengatur ketentuan tentang  penggunaan seragam dan atribut  bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah negeri.  

"SKB tersebut menjawab sekaligus menghentikan berbagai polemik yang selama ini ada di sejumlah daerah, karena munculnya berbagai aturan  terkait seragam di lingkungan sekolah bagi peserta didik, pendidik, dan  tenaga kependidikan yang dinilai  cenderung  diskriminatif  dan intoleran di sekolah-sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, Jumat (5/2).

Baca Juga

Di dalam ketentuan pada SKB 3 Menteri tersebut, peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan berhak memilih antara seragam sekolah dan atribut tanpa kekhususan agama, atau dengan kekhususan agama. Pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh lagi mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Kebijakan ini dilakukan di seluruh sekolah negeri kecuali di Aceh.

Retno menilai, ketentuan menggunakan seragam sekolah beratribut keagamaan atau tidak merupakan hak asasi individu sesuai keyakinan pribadinya. Ia menuturkan, hal ini penting ditekankan, karena melarang ataupun mewajibkan penggunaan atribut semuanya melanggar hak asasi manusia (HAM).

Retno menambahkan, menggunakan penutup aurat bagi muslimah memang kewajiban. Namun caranya dalam prinsip mendidik, tidak dapat dilakukan dengan paksaan, harus dengan membangun kesadaran terutama bagi anak-anak.

"Berikan pengetahuan, edukasi dan contoh (model) terlebih dahulu, sehingga anak memiliki kesadaran pribadi tanpa merasa terpaksa melakukannya dan benar-benar yakin saat memutuskan menggunakannya, jadi tidak dipandang hanya sekedar seragam, namun menyadari makna mengapa harus menutup aurat," ujarnya lagi.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement