REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membela sang istri, Iis Rosita Dewi yang diduga turut menerima aliran dana terkait kasus dugaan suap izin ekspor benur. Edhy meyakini istrinya yang juga anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra tak tahu menahu ihwal kasus suap izin ekspor benih lobster atau benur.
"Saya yakin dia tidak tahu apa-apa, istri saya kan juga anggota DPR, dia kan punya uang juga. Bahkan seingat saya, yakin itu uang dia yang dikelola saudara Faqih (Ainul Faqih, staf Iis) juga kan ditahan di KPK," kata Edhy di Gedung KPK Jakarta, Jumat (29/1).
Edhy pun meminta KPK untuk membuktikan seluruh sangkaan terhadapnya maupun sang istri. Ia pun berjanji akan koorperatif dan menerima konsekuensi apa pun selama KPK bisa membuktikan sangkaan kepadanya.
"Makanya perlu pembuktian. Saya pikir yang Anda juga harus ketahui, saya kan ada di sini, saya enggak lari, saya akan terus menyampaikan, saya siap menerima konsekuensi sebagai seorang menteri, saya juga tidak bicara apa yang saya lakukan itu benar atau salah, tapi sebagai komandan saya bertanggung jawab terhadap kesalahan anak buah saya," kata Edhy.
Pada Rabu (27/1) kemarin, penyidik meminta keterangan kepada Alayk Mubarrok yang merupakan tenaga ahli Iis. Alayk diduga mengetahui aliran uang yang diterima oleh tersangka Edhy Prabowo dan tersangka Amiril Mukminin yang kemudian diduga ada penyerahan uang yang diterima oleh Iis melalui Alayk.
"Dikonfirmasi terkait posisi yang bersangkutan sebagai salah satu tenaga Ahli dari istri tersangka EP (Edhy Prabowo) yang diduga mengetahui aliran uang yang diterima oleh tersangka EP dan tersangka AM (Amiril Mukminin) yang kemudian diduga ada penyerahan uang yang diterima oleh istri tersangka EP melalui saksi ini," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (27/1).
Dalam perkara ini, KPK menetapkan tujuh tersangka terkait penetapan perizinan ekspor benih lobster pada Rabu (25/11) malam. Tujuh tersangka itu terdiri dari seorang tersangka pemberi dan enam tersangka penerima.
Tersangka penerima, yaitu Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan sekaligus Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Andreau Pribadi Misata (APM). Kemudian Amiril Mukminin (AM) dari unsur swasta/Sekretaris Pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan Ainul Faqih (AF). Tersangka pemberi, yakni Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito (SJT).
Para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.