REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menanggapi soal adanya klausul di Pasal 16 ayat 7 dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) per 26 November 2020. Aturan berisi ketentuan komposisi keanggotaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperhatikan keterwakilan partai politik (parpol) secara proporsional berdasarkan hasil pemilu sebelumnya.
Ia menegaskan bagi Fraksi Partai NasDem KPU harus tetap sebagai lembaga yang independen. "Kalau kami sendiri di NasDem kami ingin KPU terus independen, tidak boleh diisi oleh orang partisan," kata Saan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/1).
Saan menambahkan, Nasdem ingin penyelenggara pemilu tidak boleh dari parpol karena UUD mengamanatkan bahwa KPU lembaga negara yang bersifat mandiri. "Untuk menjaga kemandiriannya harus diisi bukan orang partisan, harus independen," kata dia.
Ia membenarkan bahwa memang ada usulan dari beberapa anggota fraksi yang menginginkan agar ada keterwakilan parpol di KPU seperti pada pemilu 1999 lalu. Namun, ia menampik bahwa usulan tersebut bukan berasal dari Nasdem.
"Saya agak ini ya, waktu itu pendapat mini fraksi dimasukkan, ini dengan BKD, Badan Keahlian juga membuat draf," kata Saan ditanya siapa yang mengusulkan hal tersebut.
Kendati demikian, hal tersebut baru berupa draf yang disusun untuk memenuhi syarat pembentukan undang-undang. Ia menyadari ada banyak isu-isu krusial yang nantinya akan dibahas.
"Makannya kita coba draf biar satu alternatif kita coba cari jalan tengah. Misalnya terkait parliamentary threshold, Golkar, NasDem kan mengusulkan 7 (persen), tapi ada yang 4 (persen) juga seperti sekarang, PDIP 5 (untuk DPR), 4 (untuk DPRD provinsi), 3 (untuk DPRD kabupaten/kota), akhirnya kita kompromi untuk di draf seperti usulannya PDIP," kata dia.