Jumat 22 Jan 2021 17:44 WIB

MA Ungkap Tiga Alasan Kabulkan PK Terpidana Korupsi

Wakil Ketua MA ungkap tiga alasan pihaknya kabulkan PK terpidana korupsi.

Andi Samsan Nganro
Foto: Republika/Prayogi
Andi Samsan Nganro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung menyampaikan tiga alasan pihaknya mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan terpidana korupsi. Salah satunya, ada terpidana yang merasa dihukum lebih berat dibanding terpidana lain, meski perbuatannya sama.

"Berdasarkan pengamatan kami terkait dengan tindak pidana yang dikurangi berdasarkan putusan PK pada pokoknya ada 3 hal alasan kenapa dikabulkan, pertama karena disparitas pemidanaan," kata Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro di Jakarta, Jumat (22/1).

Baca Juga

Andi Samsan menyampaikan hal tersebut dalam diskusi virtual "PK Jangan Jadi Jalan Suaka" yang diadakan KPK. KPK mencatat setidaknya 65 terpidana korupsi mengajukan upaya PK pada 2020.

"Fakta menunjukkan ada tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tapi dalam persidangan orang berkas-nya ada yang diajukan terpisah meski pada hakikatnya tindak pidana dilakukan oleh beberapa orang sehingga pemeriksaannya juga terpisah dan hasil pemeriksaan perkara juga tidak diajukan serempak," ujar Andi Samsan.

Hasilnya, ada terpidana yang sudah diputus lebih dulu ada yang belum dan majelis hakim yang mengadili juga dapat berbeda-beda baik di tingkat pertama, banding maupun kasasi sehingga memutuskan putusan yang berbeda-beda. "Jadi ada terpidana yang merasa dirinya lebih berat hukumannya padahal perbuatan sama, lalu ada juga yang sudah mengembalikan uang hasil pidana tapi merasa hukumannya juga berat, nah itu dijadikan alasan PK," jelas Andi Samsan.

Alasan kedua menurut Andi Samsan, MA menemukan ada terpidana merupakan pelaku utama, tapi malah dihukum lebih ringan. "Sementara terpidana yang bukan pelaku utama malah dihukum lebih berat jadi merasa tidak adil, dan dia mengajukan PK," ujar Andi Samsan.

Alasan ketiga adalah adalah perkembangan kondisi hukum. "Rasa keadilan itu kan suatu seni pertimbangan ditambah fungsi rasio dan hati nurani sehingga menghasilkan angka yang adil, termasuk juga 10 tahun terakhir ada pergeseran penerapan hukum yang berkembang menuntut melakukan inovasi untuk kemanfaatan," jelasnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement