REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA -- Bupati Mimika, Papua Eltinus Omaleng melakukan klarifikasi soal kehadiran massa dalam jumlah besar tanpa mematuhi protokol kesehatan saat menghadiri acara peringatan ke-82 tahun Pekabaran Injil Gereja Kingmi masuk wilayah Pegunungan Tengah Papua.
Kegiatan itu berlangsung pada Rabu (13/1) siang WIT, yang dipusatkan di Gereja Kingmi atau Gereja Oikumene Mile 32, Jalan Agimuga, Distrik Kuala Kencana.
Kepada awak media di Timika, Jumat (15/1), Omaleng mengaku, semula sebetulnya enggan menghadiri acara tersebut. "Lalu ada orang-orang komentar banyak bahwa bupati yang buat peraturan melarang orang kumpul-kumpul, tahu-tahu bikin acara besar-besaran," ujar Omaleng.
Terhadap kritikan publik itu, Omaleng menyatakan, sudah terus-menerus mengimbau warga terutama masyarakat asli Papua untuk selalu mematuhi protokol kesehatan dalam hal menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.
"Masyarakat Papua itu beda dengan masyarakat yang lain. Hampir setiap pekan saya beri kesaksian di gereja soal penyakit Covid-19, tapi baru sekitar 50 persen yang mengerti, sementara sisanya mereka tidak mau mengerti, bahkan tidak mau tahu," katanya.
Dalam berbagai pertemuan dengan warga, terutama orang asli Papua, Omaleng mengisahkan pengalamannya terpapar Covid-19 pada akhir November hingga pertengahan Desember 2020 lalu.
"Saya ceritakan pengalaman saya kepada mereka. Saya sakit Covid-19 hampir mau mati. Saya tidak mau apa yang menimpa saya terjadi pada orang lain. Setiap pekan saya berdiri di gereja memberikan kesaksian. Mudah-mudahan apa yang saya sampaikan itu bisa menggugah hati mereka," kata Omaleng.
Sebelum acara peringatan Pekabaran Ijil Gereja Kingmi masuk wilayah Pegunungan Tengah Papua itu dimulai, katanya, panitia telah membagikan masker kepada warga atau jemaat yang akan menghadiri acara tersebut. Namun dalam praktik, hampir sebagian besar jemaat yang hadir tidak menggunakan masker.
"Kita bagikan masker untuk masyarakat yang hadir di sana, tapi mereka tidak mau pakai, bahkan buang atau masukan dalam noken. Yang jadi soal, masyarakat Papua sering mengatakan bahwa Covid-19 itu bukan penyakit mereka, tapi penyakit orang non Papua. Sikap mental yang seperti itu tentu jadi masalah," ujar Omaleng.
Dalam kenyataan, katanya, COVID-19 bisa menular kepada siapa saja, tidak memandang suku, ras dan warna kulit.
"Buktinya sudah beberapa orang Amungme meninggal karena COVID-19. Ada dua orang harus dikuburkan di Jakarta. Keluarganya datang menemui saya meminta pesawat untuk membawa pulang jenazah ke Timika, tapi saya tidak layani karena dia meninggal akibat COVID-19 sehingga terpaksa harus dikuburkan di Jakarta," jelas Bupati Omaleng.
Pendekatan kepada warga asli Papua benar-benar taat dan mematuhi protokol kesehatan dalam rangka pencegahan COVID-19, demikian Bupati Omaleng, tidak akan mempan jika dilakukan dengan cara yang kasar atau melalui sosialisasi secara formal, namun harus dilakukan secara persuasif.
"Sampai sekarang bisa dilihat di Gereja-gereja Kingmi di Timika, semua orang yang datang beribadah tidak ada yang pakai masker. Ini menjadi pekerjaan rumah untuk kita bagaimana mengajak mereka untuk sadar akan bahaya COVID-19," katanya.
Sesuai data Satgas COVID-19 Mimika, hingga 10 Januari lalu jumlah kumulatif COVID-19 di Mimika sejak 25 Maret 2020 sebanyak 3.812 kasus.
Dari jumlah kumulatif itu, 9.65 persen diantaranya merupakan kasus aktif, tingkat kesembuhan mencapai 89,40 persen, kasus kematian atau meninggal dunia 0.9 persen.