REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) minta pemerintah meninjau ulang soal wacana tidak adanya calon Pegawai Negeri Sipi (CPNS) guru dan hanya ada Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). PGRI menegaskan, mestinya rekrutmen guru dilakukan melalui dua jalur yakni CPNS dan PPPK, karena keduanya memiliki sasaran berbeda.
Guru PPPK adalah guru bukan PNS yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas mengajar. Perekrutan PPPK ditujukan untuk memberikan kesempatan kepada guru honorer yang berusia di atas 35 tahun untuk memperoleh kepastian status kepegawaiannya. Sedangkan formasi guru CPNS membuka kesempatan bagi lulusan pendidikan di bawah 35 tahun yang berminat menjadi pegawai negeri.
"Peran guru sangat strategis dalam peningkatan sumber daya manusia, karena itu rencana keputusan pemerintah tentang perubahan status guru ini dipandang PGRI dapat membuat profesi guru menjadi kurang dipandang, karena tidak ada kepastian status kepegawaian dan jenjang karir," kata Ketua Umum PGRI, Unifah Rosyidi, dalam keterangannya, Ahad (3/1).
Rencana kebijakan itu dipandang PGRI sebagai bentuk diskriminasi terhadap profesi guru. Hal ini diperkirakan akan menyebabkan lulusan terbaik dari SMA tidak berminat meneruskan studi lanjut di berbagai jurusan pendidikan di LPTK.
"Akibat ketidakpastian status kepegawaian dan karir profesi guru, sehingga dikhawatirkan akan terjadi penurunan kualitas pengajar di masa mendatang," kata Unifah menambahkan.
Lebih lanjut, Unifah mengajak seluruh masyarakat dan pemerintah memberikan perhatian yang besar kepada masa depan anak bangsa. Salah satu caranya adalah melalui ketercukupan dan kualitas guru dan tenaga kependidikan.