Selasa 15 Dec 2020 15:00 WIB

DPR Tertarik Deteksi Polusi Udara dengan Teknologi Nuklir

Data kematian di dunia akibat pencemaran udara capai 100 ribu orang

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Suasana gedung-gedung bertingkat yang diselimuti polusi di Jakarta, Selasa (28/7). Polusi udara kembali menyelimuti langit Jakarta, sejak masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memasuki masa transisi. Berdasarkan data AirVisual, kualitas udara Jakarta pada Selasa (28/7) mencapai angka 156 US AQI, yang tergolong tidak sehat. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Suasana gedung-gedung bertingkat yang diselimuti polusi di Jakarta, Selasa (28/7). Polusi udara kembali menyelimuti langit Jakarta, sejak masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memasuki masa transisi. Berdasarkan data AirVisual, kualitas udara Jakarta pada Selasa (28/7) mencapai angka 156 US AQI, yang tergolong tidak sehat. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Komisi VII DPR RI tertarik membahas pemanfaatan teknologi nuklir untuk lingkungan pada kunjungan kerjanya di Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Dengan menggunakan analisis teknik nuklir, kandungan polutan udara dapat dideteksi secara detail hingga ukuran 2,5 mikro atau sering disebut dengan istilah PM 2,5.

Menurut Plt Kepala PSTNT, Eva Maria Widyasari menjelaskan, polusi udara yang terjadi di sekitar kita dapat memberikan dampak yang kurang baik pada lingkungan. "Polusi udara itu sangat berdampak buruk pada kesehatan dan lingkungan," ujar Eva dalam Siaran Persnya, Selasa (15/12).

Eva mengatakan, data kematian di dunia ini akibat pencemaran udara cukup tinggi sekitar 100 ribu orang di tahun 2020. Hal ini terjadi karena adanya ketidakpedulian terhadap nilai baku mutu kualitas udara.

Dengan memanfaatkan teknologi nuklir, BATAN akan bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup di seluruh Indonesia dalam menentukan karakteristik polutan udara. "Sudah tujuh belas perkotaan di Indonesia yang telah dilakukan pengukuran kualitas udara dan sudah ada datanya," katanya.

"Pemantauan kualitas udara ini ditekankan pada  partikel-partikel yang berukuran sangat kecil yang berukuran 2,5 mikro. Dan bila digambarkan, ukurannya sama dengan rambut yang dibelah 40, sehingga sangat kecil," paparnya.

Eva mengatakan, dengan ukuran yang sangat kecil ini dapat membahayakan kesehatan karena ketika dihirup dapat masuk kesaluran pernafasan manusia yang paling dalam yang dapat mengganggu pernafasan dan menyebabkan kanker. Untuk itulah, dengan teknik analisis nuklir, polutan udara dapat dideteksi karakteristiknya dan dapat diketahui sumber polutan yang terjadi di suatu lokasi.

Senada dengan Eva, peneliti senior BATAN di bidang lingkungan, Muhayatun mengatakan, melalui teknik analisis nuklir, dapat diketahui karakteristik polutan udara yang tidak bisa ditemukan bila menggunakan analisis yang lain. "Dengan teknik ini kami mendapatkan banyak temuan partikel-partikel polutan yang selama ini tidak diketahui dengan teknik yang lainnya," kata Muhayatun.

Menurut Kepala BATAN, Anhar Riza Antatiksawan, PSTNT menjadi tempat dimulai sejarah nuklir di indonesia. Pada 1961, Presiden RI pertama, Soekarno meletakkan batu pertama pembangunan reaktor nuklir. 

Mengutip Pidato Soekarno, Anhar menjelaskan bahwa masyarakat adil dan makmur dapat diselenggarakan dengan bantuan atomic energy. "Ini merupakan cita-cita besar bangsa Indonesia," ujar Anhar.

Pemanfaatan reaktor nuklir ini, menurut Anhar sangat banyak, baik di bidang pertanian, industri, kesehatan, dan lingkungan. Salah satu kegiatan penelitian yang sangat bermanfaat bagi lingkungan yang dilakukan PSTN adalah analisis teknik nuklir untuk mendeteksi polutan udara.

Sementara menurut Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno mengungkapkan dengan kunjungan ini Komisi VII DPR RI dapat melihat fasilitas nuklir di PSTNT secara langsung dan berdiskusi atau berdialog dengan stakeholder di BATAN. Selain itu,  kunjungan ini juga memberikan pemahaman untuk mengetahui kemanfaatan ketiga reaktor riset yang dimiliki BATAN yakni reaktor Triga, Kartini, dan GA. Siwabessy. "Dengan kunjungan ini kami dapat mengetahui kontribusi PSTNT BATAN terutama berkaitan dengan penelitian di sektor kesehatan, lingkungan, pertanian, dan sebagainya," kata Eddy. 

 

--

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement