REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, menduga ada kesepakatan memotong dana per paket bansos.
Menurutnya, dari fee tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan pada Kementerian Sosial, adalah melalui tersangka MJS (Matheus Joko Santoso).
“Untuk fee tiap paket bansos disepakati MJS dan AW (Adi Wahyono, tersangka) sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket Bansos,’’ ujar Firli dalam konferensi pers virtual Ahad (6/12) dini hari.
Dia menjelaskan, dugaan tindak korupsi itu diawali dengan pengadaan Bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kemensos Tahun 2020. Dengan nilai, sekitar Rp 5,9 triliun dari total 272 total kontrak dan dilakukan dalam dua periode.
“Menteri Sosial (Juliari Peter Batubara, tersangka) menunjuk MJS dan AW sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pelaksanaan tersebut,” tambah dia.
Firli melanjutkan, sejak Mei hingga November 2020, MJS dan AW membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan. Di antara rekanan itu adalah, AIM, HS dan juga PT RPI yang diduga juga milik MJS. “Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan itu juga diketahui JPB dan disetujui AW,” katanya.
Dalam pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama, diketahui ada dana sekitar Rp 12 miliar. Dana itu dibagikan kepada JPB melalui AW oleh MJS secara tunai.
“Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola EK dan SN selaku orang kepercayaan JPB untuk membayar keperluan pribadi JPB.’’ tutupnya.
Sedangkan di periode kedua paket Bansos sembako, kata Firli, terkumpul dana dari Oktober hingga Desember 2020, sekitar Rp 8,8 miliar. Dana itu, lanjut dia, juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB.