REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap sebanyak 32 orang terduga terorisme jaringan Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Indonesia sepanjang 2020.
"Ini yang terkait dengan simpatisan-simpatisan di luar Sulawesi Tengah, Densus 88 melakukan beberapa penangkapan di Jakarta, Sumatra, dan beberapa tempat. Satu tahun ini 32 tersangka teroris yang terkait dengan MIT," kata Analis Utama Intelijen Densus 88 Antiteror Polri, Brigjen Ibnu Suhendra Kota Palu di Sulawesi Tengah (Sulteng), Kamis (3/12).
Dia mengatakan, mereka yang ditangkap berperan mendukung dana maupun orang yang bakal masuk ke Kabupaten Poso, Sulteng, namun lebih dulu digagalkan oleh Densus 88 Polri.
"Saat ini kekuatan MIT sisa 11 orang dari Santoso, dulu 48 sekarang 11 orang, dan kita butuh dukungan masyarakat, seluruh komponen aparat penegak hukum TNI-Polri untuk bahu membahu segera mengungkap dan menangkap Ali Kalora dan kelompoknya," tutur-Ibnu.
Menurut Ibnu, salah satu kendala membasmi para terduga teroris tersebut adalah sulitnya medan tempat mereka bersembunyi.
“Kita ketahui medan di Poso dan sekitarnya sangat berat, ada pegunungan perbukitan seperti di Taman Jeka, Gunung Biru yang membutuhkan pasukan yang luar biasa fisiknya, sementara DPO mereka kuasai daerah-daerah tersebut,” ucap Ibnu menjelaskan.
Dia menjelaskan, anggota MIT juga ada yang memiliki keahlian merakit bom dan pernah mengikuti pelatihan penggunaan senjata di kamp. "Saat ini kelompok ini masih memiliki sejumlah senjata api, seperti senjata M16 dan senjata pendek rakitan (pistol), dan beberapa bom rakitan dan amunisi," ujar Ibnu.
Ibnu menegaskan, personel TNI-Polri berupaya mengejar dan menangkap terduga teroris kelompok MIT pimpinan Ali Kalora yang diyakini keberadaannya masih di Sulteng, pascamelakukan kekerasan terhadap warga di Desa Lembantongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Jumat (27/11).
Pihaknya juga menemukan senjata dari Filipina Selatan, serta ada kelompok yang mendukung kegiatan MIT di Poso. "Dan mereka terus melakukan upaya koordinasi dengan kelompok jaringan teroris di Filipina Selatan. Ini yang harus kita cegah jangan sampai barang-barang senjata masuk ke wilayah kita,” kata lulusan Akpol 1993 ini.