REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat laporan aliran dana yang masuk terkait kejahatan siber meningkat secara signifikan. Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan, di tahun 2014, PPATK baru menerima 246 laporan, sementara di 2018 sudah mencapai 4.526 laporan.
"Seharusnya, kita bergerak lebih cepat dari itu. Aliran dana yang masuk PPATK soal kejahatan siber, makin meningkat dari tahun ke tahun," ungkap Dian saat membuka Webinar bertema 'Membedah Tindak Pidana Siber sebagai Tindak Pidana Asal TPPU', Selasa (1/12).
Dia mengatakan, verbagai kejahatan siber yang ditangani oleh PPATK secara umum dikelompokkan ke dalam empat modus, yaitu business email compromise, romance scam, penipuan jual beli online, dan penipuan investasi. PPATK sendiri telah menyampaikan 8 Hasil Analisis dan 17 Informasi yang disampaian kepada penegak hukum serta lembaga intelijen keuangan di berbagai negara terkait.
"Ini kita harus menyadari kemajuan teknologi ini harus diperhatikan, termasuk pendanaan terorisme, karena salah satu tugas PPATK dan aparat penegak hukum bagaiamana teroris sekarang bisa jadi go virtual, baik dlm propaganda politik, atau dengan penghimpunan dana itu sangat berbahaya," katanya.
Dian mengatakan, PPATK mencatat ada sekitar 422 rekening di Indonesia yang teridentifikasi sebagai perantara atau penampung aliran dana terkait dugaan kejahatan dunia siber. Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan dari 422 rekening itu tercatat aliran masuk hasil penipuan berasal dari total 140 negara.
"Ada 422 pihak di Indonesia yang teridentifikasi sebagai rekening perantara atau penampungan aliran dana yang diduga terkait dengan penipuan siber ini. Totalnya 140 negara yang masuk ke Indonesia diduga dari hasil penipuan yakni mencapai lebih Rp1 Triliun," ujar Dian saat membuka Webinar bertema 'Membedah Tindak Pidana Siber sebagai Tindak Pidana Asal TPPU', Selasa (1/12),