REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktik korupsi di Tanah Air, sudah pada tataran luar biasa, meluas, dan ganas. Faktanya, orang sekelas menteri akhirnya terjerat operasi tangkap tangan KPK.
"Betapa berbahayanya korupsi di level pemerintahan," ucap Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas yang merasa prihatin atas kabar penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada Rabu (25/11) oleh KPK.
Anwar memandang, peristiwa ini menandakan korupsi sudah terstruktur sedemikian rupa di dalam pemerintahan. "Mengejutkan karena yang bersangkutan adalah seorang menteri dan menyedihkan karena ini suatu pertanda bahwa praktik korupsi di negeri ini benar-benar sudah luar biasa hebat, meluas dan ganasnya serta sudah seperti membudaya di dunia birokrasi," kata Anwar dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Rabu (25/11).
Anwar merasa heran mengapa pejabat setingkat Menteri tega berbuat korupsi sebagaimana tuduhan yang dialamatkan oleh KPK. Padahal, mayoritas warga Indonesia tengah mengalami kesulitan karena terdampak Covid-19.
"Apakah mereka tidak punya hati nurani karena di tengah negeri ini dilanda wabah covid 19 dimana negara sangat membutuhkan dana besar untuk menolong orang yang sakit dan termiskinkan oleh pandemi covid 19, mereka dengan tega mencuri dan mengambil uang negara untuk memperkaya diri dan kelompok serta relasinya," ujar Anwar.
Atas kejadian ini, Anwar meragukan semangat pemberantasan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) yang digaungkan di era 1998. Sebab KKN pada nyatanya masih terjadi hingga kini.
"Jangankan praktik KKN tersebut bisa kita basmi malah dia semakin meluas dan tumbuh dengan suburnya. Oleh karena itu negeri ini harus kembali memancangkan dan meneguhkan tekadnya untuk memberantas praktek tidak terpuji," ucap petinggi PP Muhammadiyah itu.
Diketahui, Edhy ditangkap terkait dugaan penyalahgunaan perizinan pengiriman ekspor bayi lobster. Penyidik KPK mengamankan politisi Gerindra itu saat setiba dia turun dari pesawat yang mendarat di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta.