Jumat 06 Nov 2020 01:38 WIB

Pengamat: Kembalinya HRS akan Ubah Peta Politik Tanah Air 

HRS dan kelompoknya itu secara politik berseberangan dengan rezim Jokowi.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus Yulianto
Habib Rizieq Shihab
Foto: Mahmud Muhyidin
Habib Rizieq Shihab

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS) dikabarkan akan pulang ke Tanah Air, pada 10 November nanti. HRS dikabarkan mengantongi tiket pulang ke Indonesia bersama keluarganya dan akan mendarat di Bandara Internasional, Soekarno-Hatta Cengkareng, sekira pukul 09.00 WIB.

Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (Sudra), Fadhli Harahab meyakini, keberadaan HRS di tanah air akan memengaruhi situasi politik Tanah Air. Selain dianggap ulama, HRS juga bisa dianggap inisiator kebangkitan Islam versi kelompok 212.

"Dia (HRS) berangkat ke sana (Arab Saudi) juga karena peristiwa politik saat itu. HRS dan kelompoknya itu secara politik berseberangan dengan rezim Jokowi. Soal ada kasusnya itu kan soal lain, itu kewenangan yang dimiliki penegak hukum," kata Fadhli dalam keterangan resmi yang diterima Republika, Kamis (5/11).

Fadhli memantau sejak HRS berada di Tanah Arab, isu kepulangannya telah 'hilir mudik' di telinga masyarakat. Bahkan, isu kepulangan ini diduga terus 'dikapitalisasi' oleh pihak-pihak tertentu untuk merawat HRS sebagai imam besar, baik disampaikan secara langsung maupun melalui spanduk-spanduk.

Menurut Fadhli, hal ini lah yang mengindikasikan 'gelagat' keberadaan HRS di Tanah Air nantinya akan memengaruhi situasi politik dalam negeri. Menurut dia, hal ini masih ditambah dengan seruan dan maklumat HRS selama berada di Arab yang menyemangati setiap aksi-aksi kelompok islam yang tergabung dalam fatwa pengawal ulama.

"Ada pro kontra soal posisi HRS yang oleh pendukung dianggap Imam Besar umat Islam Indonesia, tapi ada juga yang 'satire' Indonesia hanya dikenal Imam besar Masjid Istiqlal'. Dari situ saja ada perbedaan pengakuan," ujar Alumnus UIN Jakarta itu.

Selain itu, Fadhli menilai, seruan HRS soal revolusi akhlak ketika nantinya kembali ke Tanah Air juga menambah gelagat ini. Alih-alih, memperbaiki akhlak bangsa, Indonesia sebenarnya tidak kekurangan ulama yang berbicara tentang perbaikan akhlak. 

"Maka, subtansi dari revolusi akhlak juga masih menambah list panjang situasi politik. Kita tahu peran ini (perbaikan akhlak) juga dilakukan para ulama kita, selama HRS di Arab," pungkas Fadhli. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement