REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Rizkyan Adiyudha, Antara
Bekas Caleg PDIP Harun Masiku hingga kini masih buron. Harun belum juga berhasil ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pascamasuk dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Januari 2020.
KPK pun memastikan tetap mencari Harun, tersangka kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu Anggota DPR 2019-2024. "Setelah tertangkapnya tersangka HS (Hiendra Soenjoto), KPK juga terus mencari keberadaan para DPO lainnya termasuk tersangka HAR (Harun Masiku)," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Senin (2/11).
Ali pun mengakui bahwa tim satuan tugas (satgas) yang bertanggung jawab mencari Harun juga telah dievaluasi. "Satgas yang bertanggung jawab menyelesaikan perkara dimaksud telah pula dilakukan evaluasi agar lebih optimal dalam upaya proses pencarian DPO dimaksud," ujar Ali.
Ia pun mencontohkan sejak awal naik proses penyidikan, perkara atas nama tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan kawan-kawan dilakukan oleh gabungan beberapa kasatgas penyidikan, salah satu di antaranya satgas Novel Baswedan. "Penugasan tim penyidik KPK dalam menangani suatu perkara tentu diberikan oleh Direktur Penyidikan selaku atasan langsung sesuai porsi beban kerja perkara yang sedang diselesaikan oleh masing-masing satgas," tuturnya.
Selain itu, katanya, setiap kegiatan yang dilakukan satgas dipastikan juga atas sepengetahuan Direktur Penyidikan KPK. "Tugas dan kewajiban satgas di antaranya pengumpulan alat bukti dan pemberkasan perkara termasuk tentu jika tersangkanya ditetapkan sebagai DPO maka menjadi tanggung jawab dari satgas yang dari awal telah ditunjuk menyelesaikan berkas perkara tersebut untuk mencari keberadaan DPO dimaksud," ujarnya.
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta KPK melibatkan tim satuan tugas yang dipimpin Novel Baswedan untuk memburu buronan Harun Masiku. Permintaan ICW ini berdasarkan keberhasilan tim satgas Novel dalam meringkus penyuap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi, Hiendra Soenjoto.
"Semestinya hal itu juga dapat diikuti oleh Tim Satuan Tugas yang menangani buronan lainnya, salah satunya Harun Masiku," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam pesan singkatnya, Ahad (1/11).
Menurut Kurnia, sejak Harun Masiku ditetapkan sebagai DPO, KPK tampak enggan untuk menangkap mantan calon legislatif PDI Perjuangan tersebut. Oleh karenanya, ICW mengusulkan agar tim Satgas pencarian Harun Masiku dapat dievaluasi. "Bahkan lebih baik dibubarkan saja," ujarnya.
Ia pun memberikan saran agar tim satgas yang dipimpin Novel dapat diberdayakan untuk dapat segera meringkus Harun Masiku. "Jika tidak dilakukan evaluasi terhadap tim yang mencari Harun Masiku, maka diduga keras ada beberapa pihak di internal KPK yang ingin melindungi buronan tersebut," kata Kurnia.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) meminta Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengevaluasi Ketua KPK Firli Bahuri. Alasannya, KPK tak kunjung dapat menangkap Harun Masiku.
"Kalau tidak mampu ya berarti KPK yang sekarang ini semakin buruk kinerjanya dan perlu dievaluasi bukan hanya satgas tapi pimpinan KPK perlu dievaluasi," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
Dia mengatakan, penangkapan Harun Masiku akan menjadi pembuktian bagi kinerja KPK di bawah pimpinan Firli Bahuri. Dia melanjutkan, Dewan Pengawas (Dewas) KPK dapat menukar jabatan Firli dengan salah satu wakil ketua yang ada apabila dia gagal mengamankan mantan politikus PDIP tersebut.
"Saya sejak awal mendengungkan untuk terjadi pergantian ketua. Nanti kalau nanti perlu Dewas terhadap kinerja yang buruk itu bisa dirolling bahwa ketua KPK digeser jadi wakil dan salah satu wakil jadi ketua," katanya.
Boyamin berpendapat Harun Masiku telah meninggal dunia. Kendati, merupakan tugas KPK untuk tetap menemukan tersangka buron tersebut dan mendalami apabila Harun Masiku nantinya ditemukan meninggal secara tidak wajar.
Dia mengatakan, investigasi tersebut dilakukan guna menakar pihak-pihak yang akan diuntungkan dengan kematian Harun Masiku. Menurutnya, ini tak lepas dari aroma dimensi politik yang lebih kental tersangka buron Harun Masiku dari pada penyuap mantan sekretaris MA Nurhadi, Hiendra Soenjoto.
Menurutnya, penangkapan tersangka kasus suap paruh antar waktu (PAW) anggota DPR RI itu juga sekaligus menjadi ajang pembuktian kinerja KPK. Dia mengatakan, KPK harus mampu menunjukan ke masyarakat mereka bisa mengerjakan tugasnya yaitu menangkap atau menemukan keberadaan Harun Masiku.
"Untuk meningkatkan kinerja KPK salah satunya adalah mampu menemukan keberadaan Harun Masiku hidup atau meninggal dunia," katanya.
Seperti diketahui, Harun Masiku telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 20 Januari 2020 lalu. Namun hingga saat ini KPK maupun aparat penegak hukum lain belum dapat menemukan keberadaannya.
Sedangkan penyuap Nurhadi, Hiendra Soenjoto yang buron sejak 11 Februari 2020 lalu telah diamankan aparat. Hiendra ditangkap penyidik KPK saat berada di kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan (Tangsel) bersama dengan istrinya LI dan temannya VC.
Terkait Harun Masiku, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan bersama mantan anggota Bawaslu yang juga mantan kader PDIP Agustiani Tio Fridelina divonis enam tahun penjara dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR terpilih periode 2019-2024 setelah terbukti menerima suap terkait upaya PAW Harun Masiku. Vonis Wahyu jatuh pada Agustus 2020.
Wahyu terbukti menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta dari kader PDIP, Saeful Bahri. Suap diberikan agar Wahyu menyetujui permohonan PAW anggota DPR Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Uang suap tersebut diterima Wahyu melalui Agustiani.
Tak hanya itu, Wahyu juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp500 juta terkait seleksi anggota KPU Daerah Papua Barat periode 2020-2025. Uang diberikan melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo agar mengupayakan orang asli Papua terpilih menjadi anggota KPUD.