REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Ali Mansur, Antara
Fenomena adanya anggota TNI dan Polri dengan orientasi seks lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) belakangan mencuat. Hal itu diungkap oleh Ketua Kamar Militer Mahkamah Agung (MA) Mayor Jenderal (Purn) Burhan Dahlan.
"Ternyata, mereka menyampaikan kepada saya, sudah ada kelompok-kelompok baru, kelompok persatuan LGBT TNI-Polri. Pimpinannya sersan anggotanya ada yang letkol. Ini unik, tapi memang ini kenyataan," ujar Burhan dalam kegiatan Pembinaan Teknis dan Administrasi Yudisial pada IV Lingkungan Peradilan Seluruh Indonesia yang disiarkan di kanal Youtube MA, dikutip Kamis (15/10).
Burhan mengatakan, kasus kali ini berbeda dengan kasus LGBT yang pernah ia tangani pada 2008. Burhan menceritakan, pada 2008 dia menyidangkan kasus LGBT pertama di lingkungan TNI.
Kala itu, dalam putusannya Burhan tidak menghukum yang bersangkutan. Melainkan, memerintahkan sang komandan untuk mengobatinya sampai sembuh.
"Kenapa demikian? Ketika saksi ahli menyampaikan ketika itu, itu seorang perwira menengah baru pulang operasi dari Timor Timur. Begitu dia tertekannya dalam pelaksanaan tugas operasi itu, sehingga membentuk pikiran, perasaan, mentalnya dia menjadi ada penyimpangan," jelasnya.
Fenomena kali ini berbeda. Menurut Burhan, saat ini alasannya lebih kepada fenomena pergaulan
"Ini telah membentuk perilaku yang menyimpang termasuk di dalamnya adalah keinginan melampiaskan libidonya terhadap sesama jenis. Ini yang terjadi di lingkungan TNI dan masuk perkaranya ke peradilan militer," ujar Burhan.
Namun, Burhan menyatakan, perkara tersebut diputus di peradilan militer dengan keputusan yang serupa dengan yang pernah dia lakukan pada 2008 lalu. Bahkan, putusannya itu bukan diobati, melainkan dibebaskan dengan alasan persoalan LGBT belum diatur di dalam KUHP.
Di tingkat kasasi, mereka diputus bersalah dan dihukum. Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Andi Samsan Nganro, menjelaskan, pihaknya mencatat terdapat 20 berkas perkara kasasi pada MA soal pelanggaran hukum prajurit terkait perbuatan homoseksual. Dari jumlah tersebut, sebanyak 16 perkara sudah diputus di tingkat kasasi. Dari situ terdapat beberapa berkas perkara yang diputus bebas pada pengadilan tingkat pertama.
"Ya betul, 16 orang itu dipecat semua," ungkap Andi, kepada Republika, Kamis (22/10).
Andi menyampaikan, putusan pembebasan atas pelanggaran bukum di peradilan tingkat pertama dipandang dapat mengecewakan pimpinan TNI. Putusan bebas juga dianggap dapat berpengaruh terhadap kehidupan disiplin prajurit.
Menurut Andi, substansi pesan yang disampaikann oleh Ketua Kamar Militer MA, Burhan Dahlan, pada pokoknya memuat beberapa hal lain. Pertama, soal komitmen tinggi pimpinan TNI dalam penegakkan hukum terhadap pelanggaran hukum oleh prajurit. Kemudian, terhadap oknum prajurit TNI yang terlibat perbuatan homoseksual harus diberikan tindakan atau sanksi yang tegas.
"Lalu penekanan kepada jajaran peradilan militer untuk secara cermat dalam mengadili prajurit yang terlibat pelanggaran homoseksual," kata Andi.
Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) juga telah mengonfirmasi bahwa pihaknya memberikan sanksi tegas bagi oknum prajurit yang berorientasi seksual LGBT. Oknum prajurit TNI berorientasi LGBT akan diberhentikan atau dipecat dengan tidak hormat.
"TNI menerapkan sanksi tegas terhadap oknum Prajurit TNI yg terbukti melakukan pelanggaran hukum kesusilaan termasuk diantaranya LGBT," kata Kabidpenum Puspen TNI Kolonel Sus Aidil dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (15/10).
Proses hukum, tambah Aidil, akan diterapkan secara tegas dengan diberikan pidana tambahan pemecatan melalui proses persidangan di pengadilan militer. UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI juga mengatur bahwa prajurit diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas keprajuritan karena mempunyai tabiat dan atau perbuatan yang nyata-nyata dapat merugikan disiplin keprajuritan TNI (Pasal 62 UU TNI).
"Ini bertentangan dengan disiplin militer dan merupakan pelanggaran berat yang tidak boleh terjadi di lingkungan TNI," kata Aidil.
Fenomena anggota dengan orientasi LGBT juga ditermukan di lingkungan Polri. Pada Rabu (21/10), Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Raden Prabowo Argo Yuwono mengungkapkan, salah satu jenderal yang diduga bergabung kelompok LGBT, yakni Brigjen EP telah dijatuhi sanksi berupa tidak diberi jabatan (nonjob) sampai pensiun.
"Sudah setahun yang lalu (sanksi dijatuhkan)," kata Argo saat dihubungi di Jakarta, Rabu (21/10).
Sebelumnya, diberitakan bahwa seorang perwira tinggi Polri berpangkat Brigadir Jenderal berinisial EP diperiksa Divisi Propam Polri karena diduga terlibat kelompok LGBT. Hal ini diungkapkan Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia (As SDM) Inspektur Jenderal Polisi Sutrisno Yudi Hermawan.
"Sudah diperiksa Propam tahun 2019. Sudah disidangkan dan disanksi," ujar Sutrisno menegaskan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divhumas Polri Brigadir Jenderal Polisi Awi Setiyono mengatakan, bahwa Polri akan menindak tegas apabila ada anggotanya yang terbukti tergabung dalam kelompok LGBT. Tindakan tegas akan diberikan sebagaimana aturan yang berlaku.
Menurut dia, dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri sebagaimana Pasal 11 huruf c, dikatakan setiap anggota Polri wajib menaati dan menghormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai kearifan lokal, dan norma hukum.
"Jadi, kalau terjadi hal tersebut tentunya Polri akan tindak tegas karena memang sudah ada aturan hukumnya bagi yang melanggar tentunya sanksi kode etik sudah menunggu," kata Awi.
Bagi Brigjen EP, kata Awi, kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan peofesi selama 1 bulan. Kemudian yang terakhir, lanjut Awi, yang bersangkutan dipindah tugas ke jabatan berbeda yang bersifat demosi selama tiga tahun.
"Ini kasus sudah lama Januari lalu dan tentunya ini menjadi evaluasi terhadap kejadian-kejadian terkait isu LGBT di tubuh Polri," tutur Awi.
Pengamat militer dari Universitas Padjadjaran, Muradi, menilai, personel TNI yang memiliki orientasi LGBT dapat dipecat. Itu karena sudah ada perjanjian terkait hal tersebut pada awal penerimaan antara calon prajurit dengan Markas Besar (Mabes) TNI.
"Karena kan dari awal perjanjiannya, kalau mereka dari awal sudah LGBT mereka enggak akan diterima," ujar saat dihubungi lewat sambungan telepon, Jumat (16/10), pekan lalu.
Muradi menjelaskan, calon prajurit yang berorientasi seksual LGBT itu tidak akan diterima karena di Indonesia tidak mengenal orientasi seks lain kecuali perempuan menyukai laki-laki dan laki-laki menyukai perempuan. Karena itu, dia menilai, pemecatan terhadap anggota yang terbukti LGBT bisa saja dilakukan karena tidak taat pada perjanjian awal.
"Tidak ada laki-laki suka laki-laki atau perempuan suka perempuan atau berkelamin ganda. Kita tidak kenal itu. Maka saya bilang kalau mau dipecat ya wajar. Kenapa? Karena dari awal mereka sudah ada perjanjian surat pernyataan dan sebagainya," kata dia.