REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengacara sekaligus CEO Cyber Indonesia Muannas Alaidid menanggapi cuitan Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie yang menyebut penjara bukan tempat pengkritik karena telah kelebihan kapasitas. Pernyataan Jimly merujuk petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang baru-baru ini ditangkap atas tuduhan hasutan dan hoaks.
Muannas menilai, penangkapan terhadap sejumlah petinggi KAMI oleh Bareskrim Polri bukan atas dasar beda pendapat. Ia meyakini demonstrasi dan menyampaikan pendapat itu dijamin oleh hukum.
Namun menurutnya para petinggi KAMI ditangkap karena menyebarkan berita bohong sebagaimana dilarang dalam Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946. Begitu juga ujaran kebencian yang dilarang dalam Pasal 28 ayat 2 UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE.
"Larangan ini yang diduga dilakukan oleh petinggi KAMI," kata Muannas pada Republika.co.id, Sabtu (17/10).
Muannas menganggap KAMI sering menjadikan aturan kebebasan berpendapat sebagai tameng. Selama ini, ia memantau anggota atau petinggi KAMI beraksi atas dasar hal itu.
"Jadi tidak pas pelaku tindak pidana berlindung di balik kebebasan berpendapat, modusnya selama ini kan selalu begitu untuk membela diri," ujar Muannas.
Muannas mendukung pengusutan terhadap pelaku perusakan pada demo menentang Undang-Undang Cipta Kerja. Ia merasa prihatin atas kekerasan disertai sejumlah pembakaran dalam aksi terdebut.
"Memprihatinkan dampaknya, publik menuntut harus ada efek jera bagi para pelaku di lapangan dan aktor intelektual hingga sponsor, mestinya aparat didukung," sebut Muannas.