Sabtu 17 Oct 2020 14:32 WIB

KSP: Presiden Jokowi Berani Ambil Jalan Terjal Demi Rakyat

Moeldoko nilai UU Ciptaker adalah bukti Presiden Jokowi berani ambil jalan terjal

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko berpose usai wawancara khusus dengan ANTARA di Jakarta, Senin (29/6/2020). Moeldoko mengungkapkan Presiden menegur keras menteri-menterinya agar mereka dapat lebih lebih sigap, cepat dan tepat dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras.
Foto: ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko berpose usai wawancara khusus dengan ANTARA di Jakarta, Senin (29/6/2020). Moeldoko mengungkapkan Presiden menegur keras menteri-menterinya agar mereka dapat lebih lebih sigap, cepat dan tepat dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/pras.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berani mengambil jalan terjal dan menanjak demi kepentingan rakyat. Salah satunya terkait UU Cipta Kerja yang bertujuan baik, namun mendapat berbagai penolakan.

"Saya melihat ada dua jenis pemimpin. Pemimpin yang menikmati kemenangannya, akan takut menjadi tidak populer dengan mengorbankan kepentingan rakyatnya. Sedangkan, Presiden Jokowi memilih untuk tidak takut mengambil risiko. Mengambil jalan terjal dan menanjak," kata Moeldoko dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (17/10).

Baca Juga

Moeldoko menyadari bahwa langkah Pemerintah terkait UU Cipta Kerja memang memunculkan risiko dan perdebatan. Tetapi dia menekankan, seorang pemimpin harus berani mengambil risiko, seperti yang dilakukan Presiden Jokowi.

Moeldoko menyampaikan sesungguhnya Presiden sedang mengambil sikap terhadap perubahan. Ia menegaskan saat ini diperlukan seorang pemimpin yang mampu menyiasati tantangan dengan pendekatan antisipasi dan pendekatan inovasi.

"UU Cipta Kerja ini merupakan salah satu pendekatan inovasi sosial yang mendesak perlu dilakukan Presiden," ujarnya.

Moeldoko menekankan bonus demografi Indonesia ke depan luar biasa, sementara 80 persen angkatan kerja tingkat pendidikannya masih rendah. Setiap tahun, kata dia, ada penambahan 2,9 juta angkatan kerja baru, dan pandemi ikut memperumit hingga menimbulkan banyak PHK dan juga pekerja yang dirumahkan.

Dia menyampaikan bahwa pemerintah memikirkan bagaimana masyarakat yang terkena PHK harus mendapatkan pekerjaan. Untuk itu pemerintah perlu menyederhanakan dan melakukan sinkronisasi berbagai regulasi yang menghambat penciptaan lapangan kerja.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement