Rabu 21 Oct 2020 07:51 WIB

Bantah Coba Tangkap Petinggi KAMI, Ini Penjelasan Polri

Kadiv Humas Polri mengatakan petinggi KAMI Ahmad Yani akan datang ke Bareskrim

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengakui tim Reserse Bareskrim Mabes Polri mendatangi rumah Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Ahmad Yani pada Senin (19/10) malam. Kedatangan anggota Polisi tersebut masih dalam rangka penyelidikan perihal dengan aksi unjuk rasa pada tanggal 8 Oktober lalu.

"Ada anggota dari bareskrim datang ke rumah Pak Yani bahwa kita melakukan penyelidikan berkaitan dengan adanya Anarki tanggal 8 yang bersangkutan akan memberikan keterangan," ujar Argo saat ditemui Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (20/10).

Baca Juga

Namun Argo membantah ada upaya paksa atau penangkapan untuk mengamankan Yani. Justru pihaknya disambut baik oleh yang bersangkutan dan dia bersedia datang ke Bareskrim untuk dimintai keterangan. 

Menurutnya dipanggil Yani merupakan hasil pengembangan daripada beberapa aktivis KAMI yang telah ditangkap terlebih dulu. "Tidak ada penolakan kita belum menangkap kita datang kita komunikasi ngobrol-ngobrol yang bersangkutan bersedia sendiri untuk hari ini akan hadir di Bareskrim," ungkap Argo

Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menahan tiga petinggi KAMI. Ketiganya adalah Syahganda Nainggolan, Anton Permana dan Jumhur Hidayat. Kemudian juga ada lima orang yang terafiliasi dengan KAMI, yang ditangkap dalam waktu yang berbeda itu telah ditetapkan sebagai tersangka. Kelima Khairil Amri selaku Ketua KAMI cabang Medan, Devi, Juliana dan Wahyu Rasari Putri. 

Untuk kelima tersangka tersebut dijerat dengan pasal ujaran kebencian ataupun permusuhan terkait aksi unjuk rasa penolakan Undang-undang Omnibus Law Ciptakerja. Hal itu termaktub dalam pasal 45 A ayat 2 UU RI nomor 19 tahun 2014 tentang ITE dan atau pasal 160 KUHP. Dalam beleid pasal tersebut, seluruh tersangka terancam kurungan penjara 6 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement