REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) masih menunggu proses perampungan berkas perkara dugaan suap penghapusan red notice terpidana Djoko Tjandra dari Bareskrim Polri. Direktur Penyidikan di JAM Pidsus Febrie Adriansyah mengungkapkan, tim di kejaksaan belum dapat menyorongkan terpidana kasus Bank Bali 1999 itu ke sidang tindak pidana korupsi (Tipikor), karena irisan penyidikan kasus serupa di Bareskrim belum lengkap.
Sementara pemberkasan yang dilakukan JAM Pidsus terhadap Djoko Tjandra, sudah dinyatakan lengkap. Termasuk kata Febrie, berkas perkara untuk tersangka Andi Irfan Jaya.
“Untuk Djoko Tjandra, dan AIJ (Andi Irfan) sudah P-21 (lengkap). Tinggal menunggu tahap dua (penyerahan tersangka, dan alat bukti untuk pendakwaan),” kata Febrie di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Selasa (13/10). “Jadi kita (JAM Pidsus) tinggal menunggu, berkas Djoko Tjandra yang dari Bareskrim,” terang Febrie menambahkan.
Terpidana Djoko Tjandra, merangkap empat status hukum yang berbeda-beda. Selain menjadi terpidana atas vonis MA 2009 terkait korupsi Bank Bali 1999, Djoko setelah buronan 11 tahun dan ditangkap 30 Juli 2020, juga ditetapkan sebagai tersangka tiga kasus berbeda. Di JAM Pidsus, Djoko ditetapkan sebagai tersangka suap, dan gratifikasi, serta pemufakatan jahat untuk penerbitan fatwa bebas dari Mahkamah Agung (MA).
Dalam penyidikan tersebut, penyidik menuding Djoko memberikan uang panjar 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar) kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari lewat perantara politikus Nasdem, Andi Irfan Jaya. Uang tersebut, terkait perumusan skema pembebasan Djoko dengan pengajuan proposal senilai 10 juta dolar (Rp 150 miliar). Pinangki, saat ini sudah disidangkan di PN Tipikor. Sedangkan Andi Irfan, masih dalam penahanan di Rutan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sedangkan di Bareskrim, juga menetapkan Djoko sebagai tersangka dua kasus berbeda. Djoko tersangka kasus penggunaan surat jalan dan dokumen palsu untuk dapat masuk ke Indonesia pada Juni 2020. Kasus ini, sejak Selasa (13/10), sudah mulai sidang di PN Jakarta Timur dengan menghadirkan tiga terdakwa. Yakni Djoko dan pengacaranya, Anita Dewi Kolopaking, serta Kakorwas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.
Masih di Bareskrim, Djoko juga tersangka suap senilai Rp 7 miliar kepada Kadiv Hubinter Mabes Polri Irjen Napoleon Bonaparte, dan Prasetijo Utomo senilai 20 ribu dolar (Rp 296 juta). Uang tersebut, diberikan lewat peranta pengusaha Tommy Sumardi untuk penghapusan red notice Djoko di interpol dan sistem imigrasi. Irjen Napoleon, dan Tommy pun ditetapkan tersangka. Terkait kasus ini, penyidikan di Bareskrim, sampai sekarang belum melakukan perampungan berkas perkara ke penuntutan di JAM Pidsus.
JAM Pidsus Ali Mukartono pernah menerangkan, tim penyidikannya di kejaksaan, sebetulnya menunggu pelengkapan berkas suap penghapusan red notice untuk disatukan dengan perkara suap Djoko, yang melibatkan terdakwa Pinangki dan tersangka Andi Irfan.
“Secara undang-undang, itu dibolehkan untuk disatukan. Karena pelakunya (pemberi suapnya) satu orang yang sama,” terang Ali.