Senin 05 Oct 2020 23:18 WIB

Buruh Tetap Gelar Aksi Mogok Nasional 6-8 Oktober

Buruh menolak RUU Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR.

Rep: Amri Amrullah, Sapto Andika Candra/ Red: Andri Saubani
Ratusan buruh berunjuk rasa di kawasan Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten, Senin (5/10/2020). Dalam aksinya mereka menolak
Foto: Antara/Fauzan
Ratusan buruh berunjuk rasa di kawasan Jatiuwung, Kota Tangerang, Banten, Senin (5/10/2020). Dalam aksinya mereka menolak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setidaknya 32 federasi dan konfederasi serikat buruh dan beberapa federasi serikat buruh lainnya siap bergabung dalam unjuk rasa serempak secara nasional tanggal 6-8 Oktober 2020 yang diberi nama mogok nasional. Demikian disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal.

Dijelaskan Said Iqbal, mogok nasional ini dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000. Said merujuk Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.

Baca Juga

“Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang akan kami lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik,” ujar Said Iqbal, Senin (5/10).

Lebih lanjut dia menjelaskan, mogok nasional ini akan diikuti 2 juta buruh. Di mana, sebelumnya direncanakan 5 juta buruh akan bergabung.

"Dua juta buruh yang mengikuti mogok nasional tersebut dari beberapa sektor," kata Said Iqbal.

Buruh yang akan menggelar aksi mogok meliputi sektor industi seperti kimia, energi, pertambangan, tekstil, garmen, sepatu, otomotif dan komponen, elektronik dan komponen, industri besi dan baja, farmasi dan kesehatan, percetakan dan penerbitan, industri pariwisata, industri semen, telekomunikasi, pekerja transportasi, pekerja pelabuhan, logistik, perbankan, dan lain-lain.

Adapun sebaran wilayah 2 juta buruh yang akan ikut mogok nasional antara lain Jakarta, Bogor, Depok, Tengerang Raya, Serang, Cilegon, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung Raya, Semarang, Kendal, Jepara, Yogjakarta, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.

Berikutnya adalah Aceh, Padang, Solok, Medan, Deli Serdang, Sedang Bedagai, Batam, Bintan, Karimun, Muko-Muko, Bengkulu, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, dan Lampung Selatan. Selain itu, mogok nasional juga akan dilakukan di Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Mataram, Lombok, Ambon, Makasar, Gorontalo, Manadao, Bitung, Kendari, Morowali, Papua, dan Papua Barat.

“Jadi provinsi-provinsi yang akan melakukan mogok nasional adalah Jawa Barat, Jakarta, Banten, Jogjakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Riau, Lampung, NTB, Maluku, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Papua Barat,” ujarnya.

Dalam aksi mogok nasional nanti, buruh akan menyuarakan tolak omnibus law RUU Cipta Kerja, antara lain tetap ada UMK tanpa syarat dan UMSK jangan hilang. Kemudian nilai pesangon tidak berkurang, tidak boleh ada PKWT atau karyawan kontrak seumur hidup, tidak boleh ada outsourcing seumur hidup, waktu kerja tidak boleh eksploitatif.

Selain itu, cuti dan hak upah atas cuti tidak boleh hilang, karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapat jaminan kesehatan dan pensiun. "Terkait dengan PHK, sanski pidana kepada pengusaha, dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU No 13 Tahun 2003,” tegasnya.

Berbicara terpisah, Kantor Staf Presiden (KSP) menyambut baik pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) pada Senin (5/10) sore. Tenaga Ahli Utama KSP, Donny Gahral Adian, menyarankan pihak yang tidak puas menggunakan mekanisme konstitusional.

"Kalau ada yang merasa tidak puas, ya kan ada mekanisme konstitusional yaitu judicial review dan pemerintah siap menghadapi itu," ujar Donny, Senin (5/10).

Donny mengakui, bahwa pengesahan UU Cipta Kerja memang tidak akan memuaskan semua pihak. Namun menurutnya, aturan ini dibuat sebagai solusi atas kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap lapangan kerja yang lebih luas.

"UU itu adalah hasil proses politik di parlemen. Yang melibatkan semua kekutan politik yang ada. Juga bersama pemerintah artinya itu sebuah titik temu dari berbagai kepentingan dan itu hasil maksimal yang bisa dicapai saat ini," kata Donny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement