REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komnas Perempuan menekankan bahwa pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) penting untuk melindungi kelompok masyarakat kecil.
"RUU PPRT ini untuk orang kecil, diharapkan kualitas hidup PRT menjadi lebih baik. Kami berharap RUU PPRT segera disahkan, tahun ini selesai," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini dihubungi di Jakarta, Senin (6/2/2023).
Menurutnya, pengesahan RUU PPRT sangat krusial demi mewujudkan perlindungan terhadap pekerja rumah tangga sebagai bagian dari upaya penegakan HAM.
"RUU PPRT menjadi Undang-Undang sangat urgensi karena catatan dari kami memperlihatkan kasus-kasus terhadap PRT itu ada, nyata dan perlu perlindungan," kata Rini, demikian ia biasa disapa.
Ia menyayangkan, ada perlakuan berbeda antara RUU Cipta Kerja dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. RUU Cipta Kerja, dibahas cukup cepat, sementara RUU PPRT sudah hampir 20 tahun masih mandek.
Menurut Rini, jika RUU PPRT ini disahkan menjadi UU maka nantinya ada aturan perjanjian kerja yang lebih berkekuatan hukum antara pemberi kerja dengan PRT, mulai dari upah, waktu kerja, hingga tunjangan hari raya (THR).
Ia menambahkan, RUU PPRT tidak hanya menguntungkan bagi PRT, tapi juga memberikan kerangka regulasi terkait hak dan kewajiban bagi pekerja, pemberi kerja, dan penyalur PRT.
"RUU PPRT ini juga memberikan perlindungan kepada pemberi kerja, pihak PRT juga akan memberikan hak bagi majikan, misal atas layanan yang baik," paparnya.
Sebelumnya, Dirjen Binwasnaker dan K3 Kemnaker Haiyani Rumondang mengatakan RUU PPRT akan memberikan kepastian hukum serta kejelasan tugas dan tanggung jawab dari pekerja, pemberi kerja serta penyalur tenaga kerja.
"Perlu ada regulasi baru setingkat UU agar bisa melindungi para pekerja di sektor rumah tangga dan saat ini sudah menjadi prioritas legislasi nasional untuk 2023," ujarnya.
Ia mengatakan, pihaknya melihat Undang-undang (UU) No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan belum bisa melindungi para pekerja sektor domestik, sehingga kemudian menerbitkan Peraturan Menteri No.2/2015. Namun, itu juga dinilai belum cukup.
Selama ini, ia menambahkan, tidak ada perlindungan terhadap hak-hak yang mendasar bagi PRT, seperti kepastian upah, perlindungan sosial, perlindungan atas keamanan dan kenyamanan dalam bekerja, baik itu sisi kesehatan dan keselamatan dan perlindungan mendapatkan hak cuti.
"Hal-hal inilah, yang didorong agar bisa dicantumkan dalam draft RUU tersebut," katanya.