Kamis 01 Oct 2020 06:07 WIB

Bermodal Kekhilafan Hakim, Anas Urbaningrum Menang PK

PK dikabulkan MA, vonis Anas Urbaningrum berkurang dari 14 menjadi 8 tahun penjara.

Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum usai menjalani sidang lanjutan Peninjau Kembali (PK)  dengan beragendakan membacakan kesimpulan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (12/7/2018). Dua tahun setelah pengajuan PK, Mahkamah Agung mengabulkan PK Anas Urbaningrum. (ilustrasi)
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum usai menjalani sidang lanjutan Peninjau Kembali (PK) dengan beragendakan membacakan kesimpulan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (12/7/2018). Dua tahun setelah pengajuan PK, Mahkamah Agung mengabulkan PK Anas Urbaningrum. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath, Antara

"Saya yakin karena dasar yang saya ajukan untuk PK ini dasar yang sangat kuat, dasar yang argumentatif, dasar yang sangat kokoh untuk bisa dipertimbangkan untuk bahan menjadi putusan yang adil, bukan putusan yang tidak adil seperti putusan yang sebelumnya."

Baca Juga

Itu adalah penggalan pernyataan Anas Urbaningrum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, pada 24 Mei 2018 silam. Saat itu, dirinya baru saja menjalani sidang perdana peninjauan kembali (PK) atas vonis 14 tahun penjara dalam kasus korupsi berupa penerimaan hadiah dari sejumlah proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang.

Dalam perkara yang menjeratnya, Anas divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS di pengadilan tingkat pertama. Sementara itu, pada tingkat banding, Anas mendapat keringanan hukuman menjadi 7 tahun penjara.

Namun, KPK kemudian mengajukan kasasi terhadap putusan banding itu yang kemudian diterima Mahkamah Agung (MA) dengan memperberat hukuman Anas menjadi 14 tahun penjara ditambah denda Rp 5 miliar subsider satu tahun empat bulan kurungan dan ditambah membayar uang pengganti Rp 57,59 miliar subsider empat tahun kurungan dan masih ditambah hukuman pencabutan hak dipilih untuk menduduki jabatan publik. Putusan kasasi itu diputuskan oleh majelis hakim agung yang terdiri atas Artidjo Alkostar, Krisna Harahap, dan MS Lumme.

Saat mengajukan PK saat itu, Anas enggan mengungkapkan apa bukti baru atau novum sebagai syarat permohonan PK. Namun, pada saat itu, sebagian pihak khususnya kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menduga, PK diajukan Anas menyusul pensiunnya Artidjo Alkostar, hakim agung yang vonisnya dikenal 'ganas' terhadap koruptor.

Diketahui, Artidjo pensiun pada 22 Mei 2018, atau dua hari sebelum Anas mengajukan PK. Seusai Artidjo pensiun, tidak hanya Anas yang mengajukan PK tetap juga ada Suryadharma Ali, Siti Fadilah Supari, Andi Zulkarnain Mallarangeng alias Choel Mallarangeng, Jero Wacik, dan Muhammad Sanusi.

Dua tahun lebih setelah Anas mengajukan PK, MA memutuskan menerima permohonan Anas. MA memotong hukuman Anas menjadi 8 tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anas Urbaningrum tersebut dengan pidana penjara selama 8 tahun ditambah dengan pidana denda Rp 300  juta apabila tidak diganti maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro kepada Republika, Rabu (30/9).

Andi mengatakan, MA mengabulkan permohonan PK Anas pada Rabu (30/9). Dalam putusan PK yang diadili Wakil Ketua MA bidang Nonyudisial, Sunarto dan anggota majelis yaitu Andi Samsan Nganro serta Prof M Askin tersebut terdapat beberapa alasan.

Pertama, uang dan fasilitas yang diterima Anas, baik melalui PT Adhi Karya maupun Permai Group, adalah dihimpun dari dana-dana hasil perolehan keuntungan dalam proyek pengadaan barang dan jasa serta fee-fee dari perusahaan lain karena perusahaan tersebut telah memenangkan berbagai proyek pengadaan barang dan jasa yang kemudian disubkontrakkan kepada perusahaan lain atau perusahaan lain yang mengerjakan proyek tersebut.

Alasan kedua, dana tersebut kemudian sebagian dijadikan sebagai marketing fee di bagian pemasaran untuk melakukan lobi-lobi usaha agar mendapatkan proyek yang didanai APBN. Ketiga, tidak ada satu pun saksi dari pihak PT Adhi Karya dan Permai Group yang menerangkan Anas Urbaningrum melakukan lobi-lobi kepada pemerintah agar perusahaan itu mendapatkan proyek.

Alasan keempat tidak ada bukti segala pengeluaran uang dari perusahaan itu atas kendali Anas Urbaningrum. Kelima, hanya ada satu saksi, yaitu M Nazaruddin, yang menerangkan demikian. Satu saksi tanpa didukung alat bukti adalah unus testis nullus testis yang tidak mempunyai nilai pembuktian.

Alasan keenam, proses pencalonan sebagai ketum PD tidak pernah berbicara bagaimana uang didapat dalam rangka pencalonan Anas menjadi ketua umum. Anas hanya bicara perihal visi dan misi untuk ditawarkan dalam kongres di Bandung. Ketujuh, uang yang didapatkan untuk penggalangan dana pencalonan sebagai Ketum PD adalah penggalangan dana dari simpatisan atas dasar kedekatan dalam organisasi.

Alasan kedelapan, dengan demikian, dakwaan pasal 12a UU Tipikor yang diterapkan judex jurist (kasasi) tidak tepat karena pemberian dana maupun fasilitas tersebut dilakukan sebelum Anas menduduki jabatan tersebut. Sementara alasan kesembilan, MA menilai yang telah dilakukan Anas Urbaningrum adalah Pasal 11 UU Tipikor, yaitu penyelenggara negara (anggota DPR-2009-2014) yang menerima hadiah atau janji diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya.

Dalam putusannya, MA mengungkap alasan Anas mengajukan PK lantaran adanya kekhilafan hakim dan dapat dibenarkan oleh Majelis PK.

"Menurut Majelis Hakim Agung PK, alasan permohonan PK Pemohon/ Terpidana yang didasarkan pada 'adanya kekhilafan hakim' dapat dibenarkan," kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro.

Setelah putusan PK dikabulkan, masa hukuman penjara Anas tersisa kurang lebih tiga tahun atau bisa bebas pada 2023. Seperti diketahui, Anas telah menjalani hukuman 8 tahun penjaranya (sesuai putusan PK) di Lapas Sukamiskin sejak 17 Juni 2015.

"Karena seaneh apa pun, yang terjadi itu pasti berdasarkan ketentuan Tuhan, seperti daun kering yang jatuh itu semua atas ketentuan Tuhan, tetap toh ada waktu, ada kesempatan untuk mengoreksi yang aneh itu dan mudah-mudahan lewat PK ini akan ditemukan titik keadilan yang sesungguhnya," kata Anas saat mendaftarkan PK-nya, tiga tahun silam.

photo
Vonis Artidjo Alkostar - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement