REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari mengaku tak menerima uang 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar) dari terpidana Djoko Tjandra. Pengacara Jefri Moses Kam mengatakan, selama pemeriksaan, kliennya tak pernah mengakui menerima pemberian uang yang diduga sebagai panjar jasa haram pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk terpidana korupsi hak tagih utang Bank Bali 1999 tersebut.
“Enggak ada soal uang itu (500 ribu dolar AS). Tidak ada,” kata Jefri saat ditemui di Gedung Pidana Khusus, Kejaksaan Agung (Kejakgung), di Jakarta, Senin (14/9).
Jefri mendampingi tersangka Pinangki dalam pemeriksaan kelima di Gedung Pidana Khusus (Pidsus). Pinangki diperiksa mulai pukul 14:30 WIB.
Pemeriksaan terhadapnya berlangsung selama sekitar empat jam.
Selain Pinangki, penyidik juga kembali memanggil terpidana Djoko Tjandra.
Dalam kasus ini, Djoko Tjandra, juga ditetapkan sebagai tersangka terkait pemberian suap, dan gratifikasi untuk Pinangki. Pemberian suap 500 ribu dolar tersebut, lewat perantara politikus Nasdem, Andi Irfan yang juga sudah ditetapkan tersangka, dan ditahan.
Jefri, ketika ditanya soal pemberian uang haram dari Djoko ke Pinangki, mengatakan, kliennya tak pernah menerima uang yang dituding untuk panjar jasa pengurusan fatwa MA tersebut. “Tidak ada,” kata Jefri menambahkan.
Jefri pun membantah keterlibatan kliennya yang menawarkan proposal fatwa ke MA untuk pembebasan Djoko. “Tidak ada,” kata Jefri.
Direktur Penyidikan di JAM Pidsus Febrie Adriansyah menegaskan, hak pihak tersangka untuk menolak semua tuduhan tersebut. Tapi kata Febrie, penyidik punya bukti-bukti yang kuat untuk memidanakan Pinangki ke penjara.
“Yang namanya tersangka, ya silakan saja (membantah). Kita pegang alat bukti saja lah,” kata Febrie, saat dicegat di Gedung Pidsus, Kejakgung, di Jakarta, Senin (14/9).
Dalam penyidikan di JAM Pidsus, tersangka jaksa Pinangki dituduh menerima uang 500 ribu dolar AS atau setara Rp 7,5 miliar dari Djoko Tjandra. Uang tersebut, diberikan lewat perantara tersangka Andi Irfan.
Diduga, uang tersebut sebagai panjar pengurusan fatwa MA untuk membebaskan Djoko Tjandra. Terkait pemberian uang tersebut, penyidik, pun menjerat Pinangki dengan sangkaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Djoko Tjandra, adalah terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali 1999. Dalam kasus tersebut, negara dirugikan sebesar Rp 904 miliar. Pada 2009, MA pernah memvonisnya bersalah dan menghukumnya selama dua tahun penjara. Tetapi, Djoko Tjandra berhasil kabur sehari sebelum vonis dibacakan. Sebelas tahun buronan, pada 30 Juli 2020, Djoko Tjandra, berhasil ditangkap.