REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono
Seorang penghubung antara terpidana Djoko Tjandra dan tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari, dikabarkan meninggal dunia. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Ali Mukartono mengungkapkan, perantara itu, disebut-sebut sebagai ketua tim yang mengatur tentang strategi pembebasan Djoko dari jeratan pidana di Tanah Air.
“Ini saya baru selidiki itu. Karena ada indikasi yang bersangkutan meninggal orangnya. Saya mau pastikan, benar meninggal apa enggak,” kata Ali saat dicegat di Gedung Pidsus, Jakarta, pada Kamis (3/9). Ali, karena alasan sedang terburu-buru tak menjelaskan lengkap tentang identitas penghubung tersebut.
Namun, ia mengatakan, ada dugaan penghubung yang dikabarkan sudah tak bernyawa tersebut, sebagai ketua tim misi pembebasan Djoko Tjandra. “Ketua tim katanya,” ungkap Ali.
Ali menambahkan, ketua tim tersebut, bukan cuma penghubung. Namun, orang yang berperan mengatur strategi membebaskan Djoko Tjandra dari status buronan, dan terpidana atas putusan Mahkamah Agung (MA) 2009 lalu.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono saat dimintai penjelasan mengatakan, orang yang dimaksud bukan warga negera Indonesia (WNI). “Itu kalau tidak salah yang meninggal di Malaysia,” terang Hari lewat pesan singkatnya, Kamis (3/9).
Menurut dia, penghubung tersebut, teridentifikasi tak lagi bernyawa sebelum penyidikan skandal suap dan gratifikasi Djoko Tjandra terungkap ke publik.
“Dari infonya, bukan WNI. Meninggalnya sebelum kasus ini ramai,” terang Hari.
Akan tetapi, Hari mengaku lupa, siapa nama orang yang disebut Ali sebagai penghubung, Djoko Tjandra dengan para jaksa, dan aparat penegak hukum lainnya di Indonesia tersebut. “Lupa namanya,” terang Hari.
Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Kejakgung Febrie Adriansyah mengatakan, meninggalnya salah satu saksi dalam kasus Djoko Tjandra tidak menggangu proses penyidikan. Penyidik, kata dia, masih punya alat bukti, saksi lain yang dapat menguatkan sangkaan pidana terhadap Djoko Tjandra.
“Enggak mengganggu lah. Ada alat bukti lain. Dan kita sedang mencari saksi-saksi lain juga,” terang Febrie saat dicegat di Gedung Pidana Khusus, Kejakgung, Jakarta, pada Kamis (3/9).
Febrie menerangkan, yang meninggal tersebut, memang sebagai sosok penting dalam skandal Djoko Tjandra. Meski Febrie mengaku belum tahu pasti nama sosok kunci yang dimaksud, tetapi, kata dia, orang tersebut sebagai penghubung aktif aliran uang Djoko ke sejumlah tersangka saat ini.
“Itu salah satu informasi yang kita terima (penghubung aktif). Kita menelusuri melalui siapa (aliran uang) ke Pinangki. Salah satunya, ada indikasi (dari) yang meninggal itu,” terang Febrie.
In Picture: Bareskrim Periksa Jaksa Pinangki di Rutan Salemba
Ipar Djoko Tjandra
Pengacara Djoko Tjandra, Soesilo Aribowo kemarin, mengungkapkan sosok dalam pusaran hukum kliennya yang dikabarkan sudah wafat adalah Heriyadi. Menurut Soesilo, Heriyadi, merupakan ipar dari Djoko Tjandra.
“Iya, itu terkait dengan ipar Pak Joker (Djoko Tjandra). Heriyadi namanya,” ungkap Soesilo lewat pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis (3/9).
Berbeda dengan keterangan para pejabat Kejakgung, menurut Soesilo, Heriyadi adalah WNI. Meninggalnya Heriyadi, pun menurut Soesilo, terjadi di Indonesia.
“Kena Covid-19,” terang Soesilo.
Sebelumnya, pada Selasa (1/9), saat mendampingi pemeriksaan Djoko Tjandra di Gedung Pidsus Kejakgung, Soesilo pernah menerangkan, ada rangkaian yang terputus soal aliran dana suap, dan janji kliennya ke sejumlah orang di Indonesia. Menurut dia, Djoko Tjandra mengakui memang mengeluarkan sejumlah uang untuk misi bebas atas hukuman di Indonesia. Namun, uang tersebut, kata dia, tak diberikan langsung.
“Uang itu, diberikan kepada Andi Irfan,” kata Soesilo.
Andi Irfan, sudah ditetapkan tersangka di JAM Pidsus, pada Rabu (2/9). Tersangka Andi Irfan teridentifikasi sebagai politikus dari Partai Nasdem. Andi Irfan, disebut sebagai orang yang menyalurkan uang 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar), dari Djoko Tjandra, kepada tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Uang tersebut, diduga terkait dengan proposal fatwa bebas MA untuk membebaskan Djoko Tjandra, dan pengaturan Peninjauan Kembali (PK). Soesilo melanjutkan, namun uang dari Djoko kepada Andi Irfan, untuk Pinangki itu, juga melibatkan orang lain.
“Uang itu, melalui iparnya Pak Djoko Tjandra. Pak Djoko enggak tahu apakah uang itu nyampe ke Pinangki, atau tidak,” kata Soesilo.
Skandal suap dan gratifikasi, serta permufakatan jahat Djoko Tjandra menyeret sejumlah nama penegak hukum. Di Kejakgung, satu jaksa, yakni Pinangki ditetapkan tersangka penerimaan suap, dan gratifikasi, senilai 500 ribu dolar AS (Rp 7,5 miliar). Uang itu, sebagai panjar misi bebas Djoko Tjandra, via fatwa bebas MA, juga lewat pengaturan Peninjauan Kembali (PK).
Sementara penyidikan di Bareskrim Polri, penetapan tersangka menyasar dua perwira bintang satu dan dua. Irjen Napoleon Bonaparte, dan Brigjen Prasetijo Utomo menjadi tersangka penerimaan uang 20 ribu dolar AS, terkait pencabutan status buronan Djoko Tjandra di interpol. Pemberian kepada para jenderal itu, melalui orang suruhan Tommi Sumardi yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka. Pengacara Anita Kolopaking, pun ikut menjadi tersangka, terkait penggunaan surat, dan dokumen palsu untuk Djoko Tjandra.