REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu sosok kunci aliran suap dari terpidana Djoko Tjandra dikabarkan sudah meninggal. Namun, Direktur Penyidikan di Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung) Febrie Adriansyah mengatakan, kondisi tersebut tak menggangu proses penyidikan.
Febrie mengatakan, penyidik masih punya alat bukti, pun saksi lain yang dapat menguatkan sangkaan pidana terhadap para penerima uang haram dari terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut. "Enggak mengganggu lah. Ada alat bukti lain. Dan kita sedang mencari saksi-saksi lain juga," ujarnya di Kejakgung, Jakarta, pada Kamis (3/9).
Febrie menjelaskan, yang meninggal tersebut, memang sebagai sosok penting dalam skandal Djoko Tjandra. Meski Febrie mengaku belum tahu pasti nama sosok kunci yang dimaksud, tetapi, kata dia, orang tersebut sebagai penghubung aktif aliran uang Djoko ke sejumlah tersangka saat ini.
"Itu salah satu informasi yang kita terima (penghubung aktif). Kita menelusuri melalui siapa (aliran uang) ke Pinangki. Salah satunya, ada indikasi (dari) yang meninggal itu," jelasnya.
Akan tetapi, Febrie meyakinkan, proses pengungkapan, tak terhalangi meski sosok kunci tersebut, sudah dikabarkan meninggal dunia. "Iya, kita cari bukti, dan kesaksian yang lain," ucapnya.
Pengacara, Soesilo Aribowo mengungkapkan, sosok kunci yang meninggal tersebut, yakni Hariyadi. "Iya. Itu terkait dengan ipar Pak Joker (Djoko Tjandra). Heriyadi namanya," ucap kordinator pendamping hukum Djoko Tjandra tersebut, Kamis (3/9).
Soesilo mengungkapkan, Heriyadi meninggal pada Februari 2020. Ia menyebut yang bersangkutan meninggal karena Covid-19. Terkait Heriyadi yang meninggal itu, Soesilo, pada Selasa (1/9) sempat membeberkan peran ipar kliennya tersebut. Kata dia, nama Heriyadi muncul di antara Djoko Tjandra, yang terhubung dengan Andi Irfan dan jaksa Pinangki.
Soesilo, mengakui, ada uang yang diberikan kliennya untuk misi pengurusan fatwa bebas dari Mahkamah Agung (MA). "Di situ ada pemberian uang dari Pak Djoko kepada Andi lewat iparnya (Heriyadi)," terang Soesilo.
Uang itu, diduga senilai 500 ribu dolar atau setara Rp 7,5 miliar. Kata Soesilo, uang tersebut selanjutnya diduga diberikan kepada Pinangki lewat Andi Irfan. Namun, Soesilo mengatakan, kliennya tak tahu apakah uang tersebut, diterima oleh Pinangki.
"Tidak dikonfirmasi apakah uang itu, sudah diterima atau belum (oleh Pinangki)," ucapnya.
Penyidik di JAM Pidsus, sudah menetapkan Andi Irfan, sebagai tersangka. Politikus dari Partai Nasdem tersebut, menjadi tersangka ketiga, setelah Pinangki dan Djoko dalam penyidikan dugaan suap, dan gratifikasi terkait pengurusan fatwa bebas MA, dan pengaturan Peninjauan Kembali (PK). Andi Irfan, kini ditahan di Rutan KPK. Pinangki ditahan di Rutan Salemba, cabang Kejakgung. Sedangkan Djoko Tjandra, kini dalam masa penjara untuk menjalankan hukuman badan atas vonis MA 2009.