REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) akan memberikan hak pengawasan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan terhadap tersangka Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung, Hari Setiyono mengatakan fungsi pengawasan KPK dalam skandal terpidana korupsi Djoko Tjandra ini, bagian dari koordinasi supervisi antar lembaga penegakan hukum.
Hari mengatakan, adanya fungsi dan hak pengawasan dari KPK, mengakhiri polemik 'rebutan' penanganan dan pengambilalihan kasus Pinangki dan Djoko, yang kini ditangani Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus). Hari mengatakan hingga sampai Rabu (2/9) ini, tak ada kepastian resmi dari KPK, untuk mengambilalih, dan supervisi kasus Pinangki dan Djoko.
"Kami (Kejakgung) tidak pernah mendengar resmi secara institusi KPK akan mengambil alih kasus ini (Pinangki dan Djoko). Yang kami dengar dari Pak Ketua KPK (Firli Bahuri), bahwa KPK akan menjalankan fungsi pengawasan. KPK akan menjalankan fungsinya untuk mengawasi kasus ini," katanya di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Rabu (2/9).
Kejakgung, pun merespons peran pengawasan KPK tersebut, dengan mulai melakukan sejumlah kordinasi, dan komunikasi kerjasama antar penyidik. Kata Hari, salah satu bentuk kordinasi dan komunikasi tersebut, berupa penembusan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP), rencana penuntutan, dan penitipan tahanan. Salah satu tersangka dalam kasus Pinangki dan Djoko, yang dititipkan resmi ke Rumah Tahanan (Rutan) KPK, yakni Andi Irfan. Andi Irfan, resmi ditetapkan tersangka pada Rabu (2/9).
"Itulah awal, dan wujud kordinasi kami (Kejakgung dan KPK) dalam penanganan kasus ini," ucap Hari.
Pekan lalu, sejumlah komisioner KPK meminta Kejakgung inisiatif menyerahkan, dan melimpahkan penanganan perkara suap dan gratifikasi Djoko ke Pinangki. KPK, merasa berhak mengambil alih kasus tersebut, sebagai bentuk supervisi kasus-kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh aparat penegak hukum, jaksa, maupun kepolisian. Pinangki, adalah seorang jaksa yang ditetapkan tersangka oleh JAM Pidsus, karena terlibat dalam skandal Djoko dalam penerimaan uang 500 ribu dolar AS, atau sekira Rp 7,5 miliar.
KPK, khawatir penangan hukum terhadap jaksa Pinangki, bakal bias karena disidik oleh tim kejaksaan sendiri. Kejakgung sempat tegas menolak inisiatif pelimpahan perkara tersebut ke KPK. Meskipun, JAM Pidsus Ali Mukartono, Selasa (1/9) mulai membuka peluang agar KPK mengambilalih kasus Pinangki, dan Djoko sebagai bentuk supervisi sesuai dengan Pasal 10 A UU KPK 19/2019. Akan tetapi, KPK, pun tak memberikan jawaban pasti untuk pengambilalihan, dan supervisi kasus tersebut.