REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango tidak mempermasalahkan pernyataan Kejaksaan Agung (Kejakgung) yang tidak akan menyerahkan penanganan kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari ke komisi antirasuah. Nawawi mempersilakan jika Kejakgung merasa berwenang dan mampu tangani kasus Jaksa Pinangki dengan baik dan transparan.
"Saya tidak bicara soal kewenangan. It's ok, sama-sama berwenang," ucap Nawawi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (27/8).
Nawawi mengingatkan soal siapa yang seharusnya berhak untuk menangani kasus tersebut agar bisa melahirkan kepercayaan publik. "Tetapi saya katakan siapa yang paling pas menangani agar bisa melahirkan 'publik trust'. Kepercayaan publik itu hal yang penting," ujar Nawawi.
Ia pun mempersilakan jika Kejagung merasa berwenang dan mampu menangani kasus Jaksa Pinangki dengan baik dan transparan. "Kalau merasa berwenang dan mampu melakukannya dengan baik dan transparan silakan saja. Toh pada akhirnya publik yang akan menilainya," katanya.
Sebelumnya, Nawawi mengharapkan ada inisiatif dari Kejagung untuk menyerangkan penanganan kasus Jaksa Pinangki kepada lembaganya. "Saya tidak berbicara dengan konsep pengambilalihan perkara yang memang juga menjadi kewenangan KPK sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019 tetapi lebih berharap pada inisiasi institusi tersebutlah yang mau menyerahkan sendiri penanganan perkaranya kepada KPK," katanya.
Ia mengatakan sejak awal mencuatnya kasus-kasus yang melibatkan aparat penegak hukum, sebaiknya ditangani KPK sebagaimana disebut dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. "Saya selalu dalam sikap, sebaiknya perkara-perkara dimaksud ditangani oleh KPK karena memang perkara-perkara dengan tipologi seperti itulah yang menjadi domain kewenangan KPK (Pasal 11 UU Nomor 19 Tahun 2019), termasuk perkara yang melibatkan penyelenggara negara," ucap Nawawi.
Sebelumnya, Kejagung telah menemukan bukti permulaan yang cukup tentang adanya dugaan pidana berupa penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri. Tersangka Pinangki diduga berperan dalam memuluskan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Djoko Tjandra pada Juni 2020. Kejagung juga menemukan bahwa Pinangki sempat bertemu dengan Djoko di Malaysia.
Selain itu Pinangki diduga menerima uang suap sebesar 500.000 dolar AS atau sebesar Rp7,4 miliar.