REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Legal Culture Institute (LeCI) mengkritisi rencana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan menambah personel dalam memburu buron kasus suap pergantian antar waktu (PAW), Harun Masiku. LeCI menilai, secara psikologi hukum, KPK saat ini seperti kehilangan akal dalam melakukan investigasi dalam pencarian sosok Harun Masiku.
"KPK terkesan lost of mind dan gagal bertindak. Kemudian menyebabkan fungsinya sebagai extraordinary bodies menjadi lemah karena mengikuti cara-cara biasa lembaga penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan, " kata Direktur LeCI M Rizqi Azmi kepada Republika, Selasa (25/8).
KPK, kata Rizqi, harus menyadari kembali arti penting kehadirannya sebagai extraordinary bodies di tengah-tengah harapan masyarakat. Berdasarkan study UNODC, mendirikan lembaga baru seperti KPK akan memberikan “keuntungan” lebih banyak dalam memberantas korupsi dibandingkan hanya mengandalkan lembaga penegak hukum yang telah ada seperti kepolisian dan kejaksaan, yang umumnya telah terjangkiti penyakit “korup”.
Menggunakan komisi yang baru diharapkan memberikan “semangat” pemberantasan korupsi yang baru pula.
"Oleh karenanya kami menilai, kegiatan menambah kuantitas ini tidak dibutuhkan KPK," tegas Rizqi.
Karena sejatinya, Rizqi melanjutkan, KPK adalah badan tambahan istimewa dari aparat penegak hukum yang gagal menyelesaikan virus laten korupsi ini. KPK harus menunjukkan kualitas dan diferensiasinya dalam menyelesaikan setiap kasus korupsi tidak hanya Harun Masiku.
"Memang selain kelemahan dari internal KPK. Kami menganalisis telah terjadi pengkerdilan dari luar seperti riset yang menunjukkan lemahnya suatu komisi antikorupsi disebabkan beberapa hal," tuturnya.
Pertama, lemahnya dukungan politik dan kekuasaan, tergambar dari harapan negatif beberapa politisi terhadap kemajuan KPK. Kedua, kontraproduktif dengan pertumbuhan ekonomi.
Kemudian, ketiga, pemerintah gagal dalam membangun institusinya, seperti terlihat institusi penegak hukum gagal bersinergi menangkap harun masiku yang bebas lalu lalang. Keempat, rendahnya persepsi publik dan KPK dianggap sebagai organisasi yang tidak efektif dan efesien yang kemudian juga tidak melibatkan masyarakat dalam aktifitas pekerjaanya.
Ihwal proses pencarian Harun Masiku, sambung Rizqi, harus dikejar dengan cara-cara luar biasa yang sebenarnya aparat penegak hukum seperti KPK sudah terlatih dan memiliki alat yang canggih dalam monitoring setiap kasus seperti BIN, Polri dan Kejaksaan yang baru-baru ini me-launching Adhyaksa Monitoring Center-nya. Namun, kesemua itu memang harus dibarengi keinginan dan komitmen yang kuat dalam pemberantasan korupsi.
"Dan semangat itulah yang melahirkan sebuah badan bernama Komisi Pemberantasan Korupsi," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango mengatakan, pihaknya masih terus mencari Harun Masiku. KPK juga akan menambah personel dalam memburu buronan kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) caleg DPR terpilih, yang menyeret mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan bersama mantan anggota Bawaslu yang juga mantan kader PDIP Agustiani Tio Fridelina itu.
"InsyaAllah masih terus dilakukan, di internal kami coba mengevaluasi kerja dari satgas yang ada," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada Republika, Senin (24/8).
Nawawi mengungkapkan, kemungkinan pihaknya akan menambah personil Satgas ataupun menyertakan satgas pendamping. "Kami juga coba terus melakukan koordinasi dengan polri yang telah menetapkan status DPO terhadap tersangka, " tegas Nawawi.