Selasa 25 Aug 2020 00:36 WIB

Pimpinan KPK Sebut Terus Cari Harun Masiku

KPK akan menambah personil Satgas ataupun menyertakan satgas pendamping  buru Harun.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Agus Yulianto
 Nawawi Pomolango
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Nawawi Pomolango

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buron Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Masiku, masih belum ditemukan. Diketahui, penerima suap Harun Masiku, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan bersama mantan anggota Bawaslu yang juga mantan kader PDIP Agustiani Tio Fridelina, telah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta. 

"Insya Allah masih terus dilakukan. Di internal kami coba mngevaluasi kerja dari satgas yang ada," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango kepada Republika, Senin (24/8).

Nawawi mengungkapkan, kemungkinan pihaknya akan menambah personil Satgas ataupun menyertakan satgas pendamping. "Kami juga coba terus melakukan koordinasi dngan polri yang telah menetapkan status DPO terhadap tersangka, " tegas Nawawi. 

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron menegaskan, pihak KPK akan terus berupaya mencarinya hingga tertangkap.  "Mengenai pencarian Harun Masiku, KPK selama ini dan akan terus berupaya mengejar yang bersangkutan," tegas Ghufron. 

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun mengatakan, lembaganya masih terus melakukan pengejaran kepada Harun Masiku. Alex mengklaim, setiap informasi yang diberikan masyarakat ke KPK selalu ditindaklanjuti. 

"Misalnya ada yang menyampaikan HM itu di satu tempat dan memberikan nomor hp ya kemudian kami ikuti," ujarnya. 

Jaksa Penuntut Umum KPK Takdir Suhan usai sidang putusan Wahyu Setiawan menegaskan, kasus yang menjerat Wahyu Setiawan ini belum selesai dengan dibacakannya vonis terhadap Wahyu dan Agustiani. Karena, masih ada Harun Masiku yang hingga kini masih buron.

"Pastinya, kasus ini belum selesai. Soalnya, masih ada Harun Masiku yang menjadi DPO itu. saat ini kami fokuskan adalah langkah hukum apa yang bisa yang kami tempuh, kaitannya dengan putusan Wahyu Setiawan yang salah satu poinnya tadi belum mengakomodir pencabutan hak politik, " tegas Takdir.

Wahyu dan Agustiani divonis enam tahun penjara dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR terpilih periode 2019-2024. Selain divonis hukuman enam tahun penjara, keduanya juga diwajibkan membayar denda Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan. 

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa  KPK, yakni delapan tahun dan denda Rp 400 juta subsider enam bulan kurungan. Dalam putusannya pun, Hakim tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut KPK untuk mencabut hak poltik Wahyu selama empat tahun setelah menjalani masa hukuman. 

"Majelis tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum untuk mencabut hak politik terdakwa," ucap Hakim Susanti.

Dalam putusannya, Wahyu terbukti menerima uang sebesar 19 ribu dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura atau setar Rp 600 juta dari kader PDIP Saeful Bahri. Suap diberikan agar Wahyu menyetujui permohonan pergantian antarwaktu anggota DPR Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. Uang suap tersebut diterima Wahyu melalui Agustiani.

Tak hanya itu, Wahyu juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 500 juta terkait seleksi anggota KPU Daerah Papua Barat periode 2020-2025. Uang diberikan melalui Sekretaris KPU Provinsi Papua Barat Rosa Muhammad Thamrin Payapo agar mengupayakan orang asli Papua terpilih menjadi anggota KPUD

Atas perbuatannya, Wahyu dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement