REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Banyak yang sudah berusaha mencari obat untuk mengatasi penyakit akibat virus corona jenis baru. Bahkan, beberapa waktu terakhir banyak yang bermunculan mengklaim penemuan obat yang dianggap mampu mengatasi Covid-19.
Pakar Farmakologi UGM, Prof. Zullies Ikawati, mengapresiasi upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka mencari obat Covid-19. Namun, ia meminta dalam proses tidak terburu-buru mengklaim dan merilis temuan sebagai obat Covid-19.
Sebab, bisa membahayakan masyarakat jika obat digunakan tanpa proses riset yang baik, benar, serta teruji keakuratan dan validitasnya. Karenanya, ia mengimbau berbagai pihak tidak terburu-buru mengeluarkan klaim-klaim.
"Jangan buru-buru melakukan klaim sebelum data di-review, baik melalui jurnal ilmiah atau evaluasi oleh BPOM. Kalau data belum dipastikan validitas dan akurasinya, jangan terburu-buru disampaikan ke publik," kata Zullies, Senin (24/8).
Guru Besar Fakultas Farmasi UGM ini menekankan, semua uji klinis penemuan obat, termasuk Covid-19, harus sesuai koridor penelitian yang akurat dan valid. Uji klinis juga perlu mengikuti prosedur terbuka dan transparan.
Zullies menyebut, adasejumlah aturan dalam uji klinis yang wajib dipenuhi peneliti yang tertuang dalam pedoman Cara Uji Klinik yang Baik. CUKB jadi suatu standar kualitas etik dan ilmiah yang diacu secara internasional.
Tujuannya untuk mendesain, melaksanakan, mencatat, dan melaporkan uji klinik libatkan partisipasi subyek manusia. Mematuhi standar ini memberi kepastian publik atas hak, keamanan dan kesejahteraan subyek uji klinik dilindungi.
"Dan, data yang dihasilkan bisa dipercaya," ujar Zullies.
Dekan Fakultas Farmasi UGM, Prof. Agung Endro Nugroho, mengapresiasi pula upaya-upaya yang dilakukan anak bangsa menemukan solusi mengatasi Covid-19. Semua itu jadi empati, semangat bersama dan tanggung jawab rakyat Indonesia.
Bahkan, ia berharap, jika terdapat kekurangan dan kelemahan dapat saling menguatkan melalui koreksi dan sikap kritis. Agung turut mengingatkan, menemukan sebuah obat memerlukan kolaborasi dari banyak elemen.
"Penemuan obat dan vaksin memerlukan kompetensi dan ahli di bidang tersebut, dan dilakukan secara kolaboratif," kata Agung.
Lalu, perlu diperhatikan masukan dan kritikan dari pihak-pihak lain, apalagi sifatnya melengkapi dan membangun. Ia merasa, semangat koreksi, mengkritisi, memberi masukan dapat semakin memperkuat berbagai penemuan obat dan vaksin.
"Selain itu, diperlukan untuk melengkapi kekurangan-kekurangan yang ada. Ini bagian dari dinamika mengoptimalkan upaya-upaya yang telah dilakukan dan bisa bermanfaat untuk masyarakat," ujar Agung.
UGM sendiri ikut melakukan riset-riset membantu mencari obat Covid-19, atau membuat inovasi-inovasi tangani pandemi. Seperti ventilator ICU, alat RDT, Gama Swab Sampling Camber, hot camber, box sterilisasi masker dan lain-lain.
Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, Kerja Sama dan Alumni Fakultas Farmasi UGM, Dr. Endang Lukitaningsih menyampaikan, salah satu yang mereka kembangkan obat herbal terstandar untuk imunomodulator.
Yang mana, ditingkatkan levelnya jadi fitofarmaka sebagai suplemen penguat daya tahan tubuh. Mereka memproduksi pula viral transport medium yang saat ini sudah dipakai seperti di DIY, Jawa Tengah, DKI Jakarta dan Jayapura.
"Kita juga melakukan layanan pengujian kualitas APD," kata Endang.