REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita lahan kelapa sawit di Padang Lawas, Sumatera Utara, terkait kasus mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD). Penyitaan itu dilakukan dalam penyidikan kasus suap dan gratifikasi terkait perkara di MA pada tahun 2011-2016.
"Agenda yang dilaksanakan oleh tim penyidik KPK, yaitu pemeriksaan saksi-saksi dalam rangka penyitaan barang bukti berupa dokumen-dokumen dan lahan kelapa sawit yang tersebar di beberapa kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Padang Lawas yang diduga terkait dengan tersangka NHD," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (12/8).
Sebelumnya, kata Ali, tim penyidik KPK sejak Selasa (11/8) berkoordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri Padang Lawas Kristanti Yuni Purnawanti untuk melanjutkan proses penyidikan kasus tersebut dengan tersangka Nurhadi dan kawan-kawan. "Koordinasi ini dilakukan dalam bentuk peminjaman ruang kerja sebagai tempat pemeriksaan saksi-saksi dalam rangka penyitaan dan juga bantuan pengamanan dari personel Kejaksaan Negeri Padang Lawas," ucap Ali.
Dalam penyidikan kasus itu, penyidik KPK pada Jumat (7/8) juga telah menyita dari vila milik Nurhadi di Gadog, Megamendung, Kabupaten Bogor berupa belasan motor gede, mobil mewah, dan sepeda yang sebelumnya telah diamankan penyidik KPK saat melakukan penggeledahan pada Maret 2020. "Termasuk pula dilakukan penyitaan terhadap aset tanah dan bangunan yang diduga ada hubungan kepemilikan dengan tersangka Nurhadi tersebut," ungkap Ali dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (7/8).
Terkait aset-aset mewah yang dimiliki tersangka Nurhadi, KPK juga telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk mengembangkan kasus Nurhadi tersebut ke arah dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). KPK telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka terkait kasus tersebut pada 16 Desember 2019. Selain Nurhadi dan Rezky, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Diketahui, tiga tersangka tersebut telah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Februari 2020. Untuk tersangka Nurhadi dan Rezky telah ditangkap tim KPK di Jakarta Selatan, Senin (1/6). Sedangkan tersangka Hiendra saat ini masih menjadi buronan.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MITmelawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.