REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap mengalami hambatan ketika mengawal pemberantasan korupsi. Hambatan itu bukan hanya terkait kesulitan menggali fakta dan bukti yang bisa dipertanggungjawabkan di meja hijau, melainkan juga ancaman teror mulai dari penyerangan fisik, dan mistis.
Ini seperti yang dialami Koordinator Wilayah (Korwil) II KPK Dian Patria yang menerima ancaman saat bertugas melakukan pemantauan di Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat pada 2017. "Dalam perjalanannya, tim Korwil tak bisa menghindari teror, intimidasi, dan ancaman yang pernah mereka temui. Ancaman fisik dari kelompok preman, bahkan hingga ancaman berbau mistis juga ditemui," seperti yang tertulis dalam Laporan Tahunan 2019 KPK, Selasa (28/7).
Dalam laporan, Dian menceritakan sepulang dirinya melakukan kegiatan pemantauan di Jatiluhur, Purwakarta, ia sering mengalami sesak napas.
Kendati demikian, Dian tetap melanjutkan tugas dengan mengunjungi daerah Kalimantan Timur untuk melakukan peninjauan ke sejumlah area tambang yang memiliki IUP non Clear and Clean dan habis masa berlakunya. Di sela-sela tugasnya di Kalimantan Timur, Dian menyempatkan berobat di rumah sakit setempat.
Dokter menyatakan bahwa ada cairan di jantung dan paru-paru Dian. Ia pun diwajibkan harus dirawat di ruang ICU selama dua pekan dan bertahan dengan bantuan ventilator.
"Dari sejumlah dokter yang menanganinya, tidak ada satupun yang dapat menjelaskan penyakit yang sebenarnya menjangkiti tubuh Dian," tulis KPK.
“Saya enggak tahu Mas Dian ini sakit apa,” ujar salah satu dokter yang tertulis dalam laporan KPK.
Dian tak mau mengira-ngira, bila penyakit yang dialaminya setelah bertugas di Jatiluhur adalah hasil santet atau guna-guna. "Semua tantangan dan ancaman akan tegar dihadapi, demi mendorong perbaikan di seluruh pelosok negeri. Tujuannya, menutup celah korupsi sekecil apapun, hingga mewujudkan Indonesia yang sejahtera tanpa korupsi."