REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Charta Politika mengatakan publik menilai RUU Cipta Kerja berdampak positif terhadap pemulihan ekonomi usai pandemi Covid-19. Hal tersebut mengacu pada hasil survei terbaru dari lembaga itu, yang disampaikan pada Rabu (22/7).
"Kami coba tanya pendapat masyarakat terkait RUU Cipta Kerja, sebesar 55,5 persen mengakui RUU berdampak positif terhadap ekonomi negara," kata Direktur Charta Politika Yunarto Wijaya.
Hasil survei juga mendapati 10,9 persen publik mengatakan RUU itu tidak memiliki dampak ekonomi sama sekali. Sedangkan 27,9 persen menilai produk hukum itu akan memberikan dampak negatif terhadap ekonomi dan 5,7 persen tidak menjawab.
Survei dilakukan pada 13 hingga 16 Juli 2020 dengan melibatkan 1.200 responden. Survei dilakukan melalui telepon berdasarkan database yang dimiliki dalam survei dua tahun terakhir. Margin of error sebesar 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Dari jumlah responden tersebut, 13,3 persen mengaku pernah mendengar RUU Ciptaker dan mengerti produk hukum tersebut. Sedangkan 47,3 persen pernah mendengar namun tidak mengerti. Sebesar 37,5 persen tidak pernah mendengar dan 2 persen publik tidak tahu atau tidak menjawab.
Yunarto mengatakan, meski mayoritas menilai positif namun ada pula masyarakat yang menolaknya karena dinilai pembahasan RUU itu sangat tertutup dari publik. Dia melanjutkan, alasan RUU itu dapat diterima karena dinilai dapat menjadi stimulus bagi perekonomian negara.
"Sementara yang menolak karena dianggap tidak transparan," katanya.
Lebih lanjut, sebanyak 55,5 persen responden menyetujui agar RUU tersebut untuk disahkan menjadi UU. Sedangkan sebesar 35,8 persen tidak setuju dan 8,7 persen menjawab tidak tahu.
Anggota DPR RI Fraksi Golkar Meutya Hafid mengklaim bahwa legislatif dan eksekutif sudah terbuka dalam setiap rapat pembahasan RUU tersebut. Dia mengatakan, perkembangan rapat pembahasan RUU juga dipublikasikan oleh media massa.
"Sudah dilakukan terbuka di hampir semua rapat, syukur masyarakat sudah sadar soal RUU Omnibus Law jika dilihat dari angka yang menerima sebesar 55,5 persen dan yang menolak hanya lebih pada ketidaktahuan," katanya.