Selasa 21 Jul 2020 10:53 WIB

BMKG: tak Ada Kaitan Gempa dengan Banjir Luwu Utara

Menjelang banjir di Luwu Utara BMKG mencatat tak ada aktivitas gempa.

Menjelang banjir di Luwu Utara BMKG mencatat tak ada aktivitas gempa (Foto: pascabanjir Luwu Utara)
Foto: Antara/Yusran Uccang
Menjelang banjir di Luwu Utara BMKG mencatat tak ada aktivitas gempa (Foto: pascabanjir Luwu Utara)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut, banjir Luwu Utara, Sulawesi Selatan, tidak terkait dengan gempa bumi yang terjadi. Hasil monitoring BMKG menjelang terjadinya banjir Luwu Utara tidak mencatat adanya aktivitas gempa tektonik di wilayah Kabupaten Luwu Utara.

"Getaran gempa yang melanda Luwu Utara beberapa waktu sebelum gempa juga tidak terkait dengan banjir Luwu Utara," kata Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono kepada wartawan di Jakarta, Selasa (21/7).

Baca Juga

Sebelum banjir Luwu Utara, terjadi empat kali gempa berkala di Luwu Utara, seperti pada 25 Agustus 2017 dengan Magnitudo 4,3 skala III MMI, 8 April 2020 (M 5,0 skala II MMI), 11 April 2020 (M 4,2 skala II MMI) dan 13 Juni 2020 (M 4,2 skala II MMI). Diskripsi skala intensitas II sampai III MMI masih dalam kategori getaran ringan yang dirasakan oleh beberapa orang hingga dirasakan seperti truk berlalu.

"Getaran gempa semacam ini belum mampu memicu terjadinya longsoran," kata dia.

Peristiwa banjir bandang yang terjadi tidak ada kaitannya dengan kejadian longsoran yang diakibatkan gempa. Berdasarkan analisis BMKG terkait perkembangan musim berdasarkan pengukuran hujan yang sampai ke bumi dan estimasi dari satelit cuaca memperlihatkan bahwa salah satu penyebab terjadinya banjir bandang di Luwu Utara pada 13 Juli 2020 adalah akumulasi curah hujan.

Curah hujan, kata dia, terjadi dalam beberapa hari sebelum bencana dengan intensitas sedang hingga lebat yang turun di wilayah Masamba dan sekitarnya, terutama di wilayah perbukitan sebelah utara dan timur laut.

"Untuk mengetahui penyebab banjir bandang yang sesungguhnya diperlukan kajian yang komprehensif berdasarkan data lapangan, khususnya kondisi daerah aliran sungai dan kondisi lahan di wilayah hulu apakah terjadi penggundulan hutan atau konversi lahan yang dapat memicu terjadinya peningkatan aliran permukaan (run off) sehingga memicu terjadinya banjir bandang," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement