Senin 20 Jul 2020 19:54 WIB

Ini Ketentuan Jumlah Peserta Kampanye Rapat Umum 

Kampanye di ruangan terbuka, peserta 50 persen dari kapasitas, dan jaga jarak.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi Kampanye. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatur agar pelaksanaan rapat umum diupayakan melalui daring. Jika pun digelar secara tatap muka, KPU membatasi jumlah peserta yang hadir paling banyak 50 persen dari kapasitas ruangan terbuka.
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Kampanye. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatur agar pelaksanaan rapat umum diupayakan melalui daring. Jika pun digelar secara tatap muka, KPU membatasi jumlah peserta yang hadir paling banyak 50 persen dari kapasitas ruangan terbuka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatur agar pelaksanaan rapat umum diupayakan melalui daring. Jika pun digelar secara tatap muka, KPU membatasi jumlah peserta yang hadir paling banyak 50 persen dari kapasitas ruangan terbuka.

Kampanye juga harus memperhitungkan jaga jarak antarorang paling kurang satu meter. "Jadi KPU tidak menyatakan bahwa maksimal angkanya 50 orang, tidak, tetapi menyesuaikan dengan kapasitas ruangan," ujar Komisioner KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi saat dihubungi Republika, Senin (20/7).

Baca Juga

Ketentuan pembatasan peserta kampanye rapat umum maksimal 50 persen dari kapasitas ruangan diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang pelaksanaan pilkada serentak lanjutan dalam kondisi bencana nonalam Covid-19, Pasal 64 ayat 2 huruf d. Aturan PKPU ini telah diharmonisasikan bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM, termasuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. 

Namun, Raka menegaskan beberapa ketentuan lain terkait pelaksanaan rapat umum secara langsung yang harus dipenuhi. Paling penting, rapat umum dapat dilakukan di wilayah setempat yang telah dinyatakan bebas Covid-19 oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah masing-masing sesuai Pasal 64 ayat 2 huruf c.

Menurut Raka, KPU akan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Gugus Tugas setempat terkait kondisi pandemi Covid-19 di wilayahnya. Apabila dinyatakan bebas Covid-19 maka rapat umum dapat diselenggarakan. 

Jika belum/tidak bebas Covid-19 maka rapat umum tidak dapat dilakukan. "Gugus Tugas bersama dengan Dinas Kesehatan setempat, nanti kan KPU menurut saya bersurat apakah bisa dilakukan rapat umuk atau tidak. Apakah wilayah dimaksud itu bebas corona atau tidak. Nanti dijawab suratnya oleh Gugus Tugas. Jadi dilakukan koordinasi lebih awal," jelas Raka.

Selain rekomendasi Gugus Tugas tersebut, pelaksanaan rapat umum juga harus menerapkan protokol kesehatan. Setiap pihak yang terlibat wajib mematuhi ketentuan mengenai status penanganan Covid-19 pada wilayah setempat.

Ketentuan yang juga harus dipenuhi yakni kampanye rapat umum digelar di ruang terbuka dan dimulai pukul 09.00 waktu setempat dan berakhir paling lambat 17.00 dengan menghormati hari dan waktu ibadah di Indonesia. Pasal 64 ayat 3 menyebutkan, KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota menyusun jadwal kampanye rapat umum berkoordinasi dengan partai politik, pasangan calon atau tim kampanye, dan Gugus Tugas daerah.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian meminta KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) secara tegas melarang kegiatan yang berpotensi menyebabkan kerumunan, arak-arakan, atau konvoi dalam gelaran pilkada serentak 2020.

"Rapat umum maksimal 50 orang, saya sudah minta ke Dirjen Politik dan Dirjen Otda (Kemendagri). Saya juga minta ke Pak Cornelis (Anggota Komisi II DPR RI) pada saat rapat dengan KPU, nanti tegas-tegas saja Pak, nanti diatur tidak ada arak-arakan, tidak ada konvoi," ujar Tito dalam siaran pers Kemendagri, Ahad (19/7).

"Karena arak-arakan itu, nanti bisa jadi yang di ruangan hanya 50, tapi yang di luar ternyata ada arak-arakan untuk mengantar paslon mendaftar," lanjut dia.

Mendagri juga meminta Bawaslu sebagai wasit dalam penegakan aturan Pilkada, tidak segan-segan memberikan sanksi yang tegas kepada calon kepala daerah yang melanggar ketentuan. Bahkan, jika tetap tidak mematuhi lagi setelah diperingatkan, Bawaslu segera mendiskualifikasi pelanggar itu dari kepesertaan pilkada.

"Yang tegas-tegas saja, tidak ada arak-arakan, konvoi-konvoian, sehingga Bawaslu bisa nyemprit (memberikan sanksi), kalau sampai terjadi berkali-kali kesalahan yang sama. Diskualifikasi kalau diperlukan, dan kita juga bisa memberikan sanksi sosial, media juga bisa memberikan sanksi sosial," kata Tito.

Mendagri menambahkan, pasangan calon menjadi contoh masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan saat Pilkada. Masyarakat juga dapat menilai kemampuan calon kepala daerah mematuhi aturan yang telah ditentukan dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19.

"Ini gimana mau jadi pemimpin, ngurus tim sukses, pendukung yang jumlahnya 200-300an saja tidak bisa diatur. Bagaimana jadi pemimpin yang bisa ngatasin Covid, yang jumlah masyarakatnya ratusan, puluhan ribu bahkan jutaan rakyatnya," tutur Tito. 

Mendagri berharap status pandemi menjadi perhatian bagi semua pihak terutama bagi kontestan di 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada. Ia mengingatkan, prinsip utamanya mengatur agar pilkada tidak membuat masyarakat tertular virus corona. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement