REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyerahkan foto surat jalan Buron Korupsi Djoko Tjandra pada Komisi III (Hukum) DPR RI pada Selasa (14/7). Komisi Hukum DPR diharapkan mengambil tindakan atas surat jalan yang diduga dikeluarkan oleh salah satu institusi hukum itu.
"Untuk itu saya datang kesini untuk menyuplai data, tidak saya pakai sendiri, saya juga serahkan ke Ombudsman, tapi kemudian karena gegap gempitanya, saya meluangkan waktu datang ke sini," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman saat menyerahkan bukti surat jalan Boyamin.
Surat itu diduga dikeluarkan oleh Institusi penegak hukum yang merupakan mitra Komisi III DPR RI. Namun, MAKI menolak bicara terus terang soal institutsi hukum yang mengeluarkan surat jalan Djoko Tjandra.
Surat jalan itu disinyalir dipakai oleh Djoko Tjandra untuk bergerak di Indonesia. Surat jalan yang diberikan Boyamin atas nama Joko Soegiarto Tjandra bernomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas.
Dalam surat jalan itu tertulis tujuan Pontianak dari Jakarta berangkat tanggal 19 Juni 2020 dan kembali tanggal 22 Juni 2020. Dalam surat jalan yang diserahkan MAKI, bagian KOP surat tersebut disobek untuk merahasiakan institusi hukum yang mengeluarkan surat itu.
Boyamin mengatakan, MAKI memutuskan menyerahkan surat itu setelah melihat Komisi III DPR RI serius mencecar Ditjen Imigrasi soal Djoko Tjandra pada rapat yang digelar Senin (13/7). Boyamin menilai, surat ini bisa menjadi 'bahan' pertanyaan bagi Komisi III dalam menindak institusi hukum yang mengeluarkan surat itu.
Selain diserahkan ke Komisi III, surat jalan itu juga diserahkan ke Ombudsman. "Saya baru dapat pagi kemarin saya dapatkan, kemudian saya serahkan ke ambudsman, kemudian saya dengarkan rapat kerja dengan Imigra, maka saya merasa perlu untuk disuport, karena Pak Herman mengatakan akan memanggil kepolisian dan kejaksaan," kata Boyamin.
"Dengan itulah saya memberikan bekal kepada Komisi III agar lebih banyak bahannya, agar kasus ini tidak saling lempar.Data yang saya miliki ini kredibel dan saya pastikan surat dapat saya pertanggungjawabkan," ujarnya kembali menambahkan.
Bukti Surat jalan itu diterima oleh Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery. Ia mengatakan, Komisi III akan menindaklanjuti laporan MAKI tersebut.
"Akibat kami telah menerima dokumen yang katanya surat jalan dari institusi, sesuai dengan hasil rapat dengan Dirjen Imigrasi kemarin, kami memutuskan untuk memanggil institusi terkait penegakan hukum misalnya kepolisian dan kejaksaan," kata Herman Hery.
Pimpinan Komisi III menyatakan akan segera menyurati Pimpinan DPR untuk memanggil Institusi hukum, yakni Polri dan Kejaksaan. Meskipun memasuki masa reses, Komisi III akan tetap memanggil dua institusi tersebut.
"Sesuai UU MD3, bahwa DPR boleh mengadakan rapat dengar pendapat dimasa reses jika ada sesua hal yang urgent. Menurut kami kasus Djoko Tjandra ini merupakan kasus super urgen. Kenapa saya katakan super urgen, karena ini menyangkut wajah kewibawaan negara," kata Herman Hery.
Dalam perkembangan terakhir yang diketahui, Djoko Tjandra kembali bermanuver. Setelah sebelumnya mendaftar peninjauan kembali (PK) ke PN Jaksel dan membuat KTP di Keluarahan Grogol, kali ini Djoko Tjandra membuat paspor di Kemendagri.
Buron BLBI yang juga terpidana kasus 'cessie' Bank Bali sebesar Rp 546 miliar itu masuk dalam daftar buronan interpol sejak 2009. Kepala tim pemburu koruptor yang dijabat oleh Wakil Jaksa Agung, Darnomo, menyebutkan bahwa warga Indonesia itu resmi jadi warga Papua Nugini sejak Juni 2012.
Sejak 2009, dia meninggalkan Indonesia. Saat itu sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya, Djoko berhasil terbang ke PNG dengan pesawat carteran. Di sana Djoko mengubah indentitasnya dengan nama Joe Chan dan memilih berganti kewarganegaraan menjadi penduduk PNG.
Dalam kasusnya, Djoko oleh MA diputus bersalah dan harus dipenjara 2 tahun. Tak hanya itu, ia juga diwajibkan membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk Negara. Belakangan, diketahui sosok Djoko diduga lebih banyak berada di Singapura.