Selasa 07 Jul 2020 00:33 WIB

Korlap PA 212 Respons KPAI Soal Pelibatan Anak dalam Aksi

KPAI menemukan pelibatan anak-anak dalam aksi ganyang komunis oleh PA 212.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Massa yang tergabung dalam Alumni 212 dalam sebuah aksi. (ilustrasi)
Foto: Thoudy Badai_Republika
Massa yang tergabung dalam Alumni 212 dalam sebuah aksi. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Lapangan Apel Siaga Ganyang Komunis, Maman Suryadi, mengungkapkan, pihak panitia sudah mengimbau kepada peserta untuk tidak membawa anak dalam apel tersebut. Hanya saja, ia mengakui, panitia tidak bisa mengontrol para peserta apel untuk tidak membawa anak ke lokasi sepenuhnya.

"Imbauan sudah kami sampaikan sebelumnya, sekali lagi sulit untuk mengontrolnya di lapangan kecuali di ruang tertutup," kata Maman saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Senin (6/7).

Baca Juga

Maman menjelaskan, pihaknya sangat memperhatikan sisi

penerapan protokol kesehatan saat menyelenggarakan Apel Siaga Ganyang Komunis. Panitia, kata dia, menyediakan 2.000 masker sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19. Selain itu, panitiajuga menyediakan tempat cuci tangan sebelum peserta memasuki lokasi.

"Kemudian imbauan sudah kami instruksikan. Bahkan, secara khusus kami juga sudah bekerja sama dengan pihak kepolisian khususnya Polda Metro Jaya, baik dari keamanan dan juga arahan memakai masker dan cuci tangan sebelum memasuki area acara kami," katanya.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kembali menemukan pelibatan anak-anak dalam aksi yang digelar Persaudaraan Alumni (PA) 212 yang dihadiri ribuan massa di Jakarta dan Tangerang, Ahad (5/7). KPAI menyayangkan masih terus dilibatkan anak-anak, mulai bayi, anak kecil, hingga remaja dalam aksi tersebut, apalagi masih dalam kondisi pandemi Covid-19.

"Dari ribuan peserta yang hadir pada aksi massa di dua lokasi, 15 sampai 20 persen peserta apel akbar adalah anak-anak. Artinya sudah kesekian kali anak-anak terlibat aksi tanpa sanksi yang tegas," kata Anggota KPAI Jasra Putra dalam keterangannya di Jakarta, Ahad.

Ia melaporkan hasil pemantauan KPAI atas aksi PA 212 yang melaksanakan apel siaga dengan tajuk 'Ganyang Komunis' di Lapangan Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta. Kemudian, kerumunan massa juga ditemukan di Tangerang, Banten.

"KPAI menyayangkan keberadaan panitia, orator dan tokoh acara yang berada dalam keteduhan panggung, dan anak anak dalam terik panas," kata Jasra.

Dia mengatakan, KPAI menilai situasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi di Jakarta harusnya dipatuhi oleh para peserta aksi. Apalagi, ia menyebutkan data anak yang positif Covid-19 per 16 Juni 2020 telah mencapai 3.155 anak, dengan rincian usia 0-5 tahun ada 888 anak dan 2.267 di usia 6-17 tahun.

Pemantauan di lapangan, katanya, juga memperlihatkan ada orang tua yang bermasker dan ada yang tidak, termasuk balita ada yang bermasker dan tidak. Bukan hanya itu, lanjut Jasra, ujaran dan perkataan keras terlontar bahkan mengarah kepada kebencian sesama dalam aksi tersebut yang akan memberi dampak buruk kepada perkembangan jiwa anak-anak ke depan.

Berdasarkan catatan KPAI, pada aksi PA 212 sebelumnya, anak-anak juga merokok dan berbagi hisapan rokok, dan kejadian yang sama kembali berulang. Secara keseluruhan, pihaknya menyayangkan aksi PA 212 yang masih terus membiarkan anak-anak terlibat dalam aksi mereka dan berharap para penegak aturan perlindungan anak dapat memberi sanksi tegas.

"Agar dampak resiko, ancaman jiwa masa depan anak anak Indonesia dapat diselamatkan sejak dini, KPAI meminta anak-anak tidak terus-menerus diikutkan aksi massa, unjuk rasa, dan kampanye politik. Karena pengalaman buruk yang seharusnya tidak boleh diulang bangsa ini," ujar Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak itu.

Untuk diketahui, Kongres Wanita Indonesia (Kowani) sudah melaporkan kejadian pelibatan anak tersebut ke KPAI dalam aksi tolak RUU HIP, di depan Gedung DPR pada Rabu (26/6) lalu yang dilakukan Aliansi Nasional Anti-Komunis (Anak NKRI), beranggotakan di antaranya PA 212, bekas ormas Front Pembela Islam (FPI), dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement