Senin 06 Jul 2020 13:01 WIB

KPU tak Ingin Gantikan Kultur Pencoblosan dengan E-Voting

Pencoblosan langsung ke TPS menjadi budaya yang tak boleh dihilangkan.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita
Ketua KPU Arief Budiman
Foto: Prayogi/Republika
Ketua KPU Arief Budiman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sering mendapat usulan agar menerapkan pemungutan suara elektronik atau e-voting atau pemungutan secara daring. Menurut Ketua KPU RI, Arief Budiman, pencoblosan langsung ke tempat pemungutan suara (TPS) menjadi budaya yang tak boleh dihilangkan dan digantikan dengan vote online

"Menurut saya kita jangan menghilangkan kultur pemungutan suara langsung, itu tetap manual," ujar Arief dalam bincang virtual Pemilu di Masa Pandemi, di Graha BNPB, Jakarta, Senin (6/7). 

Ia mengatakan, hal itu berdasarkan pengalaman pemilu di sejumlah negara yang mencoba beralih ke e-voting. Arief juga menuturkan, penghitungan suara pun seharusnya masih dilakukan secara manual.

Arief menyebutkan, daripada e-voting, penggunaan rekapitulasi penghitungan suara elektronik atau e-rekap lebih dibutuhkan saat ini. Ia mengeklaim, e-rekap dapat memangkas waktu sehingga hasil penghitungan dapat segera diketahui dan meminimalisasi biaya pemilihan.

"Begitu pemungutan suara sudah selesai, sudah dihitung setiap orang menyaksikan di TPS, kan betul-betul party ya, waktu mau direkap, direkap itulah yang menggunakan teknologi informasi," kata Arief.

Ia menjelaskan, rekapitulasi hasil penghitungan suara yang berjenjang dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat akan dipangkas. Dengan demikian, hasil penghitungan suara di masing-masing TPS akan langsung dipindai dengan teknologi misalnya difoto lalu dikirim ke pusat data KPU dan direkap secara elektronik.

Selain itu, lanjut dia, penggunaan e-rekap akan menghemat pemakaian kertas. Diharapkan dengan e-rekap, penyelenggaraan pemilu dapat lebih ramah lingkungan.

Kemudian, peserta pemilu atau partai politik juga akan menghemat biaya karena tak perlu mengirim saksi saat rekapitulasi hasil penghitungan suara. Sebab, mereka juga akan menerima salinan digital rekapitulasi elektronik, yang saat ini desainnya masih disusun KPU.

Ia menuturkan, implementasi e-rekap pun masih terkendala kultur masyarakat untuk menerima hasil e-rekap adalah hasil penghitungan resmi. Untuk itu, Arief berharap Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU) Pemilu menetapkan e-rekap menjadi hasil pemilu resmi. 

"Dan kalau e-rekap itu diterapkan diatur eksplisit dalam undang-undang, pemilu kita menjadi ramah lingkungan, enggak perlu pakai kertas-kertas yang banyak," tutur Arief. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement