Rabu 01 Jul 2020 03:46 WIB

Aturan Insentif Nakes Covid Berbelit-belit

Nakes Covid-19 padahal sudah bekerja berat sejak Maret hingga butuh insentif.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah perawat beristirahat dengan mengenakan alat pelindung diri di Instalasi Gawat Darurat khusus penanganan COVID-19 di RSUD Arifin Achmad, Kota Pekanbaru, Riau, Jumat (5/6/2020). Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan telah mengalokasi dana insentif dari APBN untuk tenaga kesehatan (Nakes) dalam penanggulangan COVID-19 sebesar Rp1,9 triliun untuk pusat dan untuk daerah Rp3,7 triliun
Foto: Antara/FB Anggoro
Sejumlah perawat beristirahat dengan mengenakan alat pelindung diri di Instalasi Gawat Darurat khusus penanganan COVID-19 di RSUD Arifin Achmad, Kota Pekanbaru, Riau, Jumat (5/6/2020). Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan telah mengalokasi dana insentif dari APBN untuk tenaga kesehatan (Nakes) dalam penanggulangan COVID-19 sebesar Rp1,9 triliun untuk pusat dan untuk daerah Rp3,7 triliun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Profesi dan Asosiasi Kesehatan (Kompak) menilai aturan pemerintah terkait pencairan insentif untuk para tenaga kesehatan (nakes) yang menangani virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) berbelit-belit. Padahal, nakes membutuhkannya untuk menggerakkan roda ekonomi.

"Aturan pencairan insentif untuk nakes Covid-19 berbelit-belit. Misalnya harus ada absen, bukti, menolong orang-orang yang terinfeksi Covid-19," ujar Juru Bicara Koalisi Masyarakat Profesi dan Asosiasi Kesehatan (Kompak) Koesmedi saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (30/6).

Baca Juga

Padahal, dia melanjutkan, jika di sebuah rumah sakit (RS) antara orang yang terinfeksi Covid-19 dengan pasien penyakit lainnya tetapi saat awal masuk fasilitas kesehatan tersebut pasti diduga orang itu lasien Covid-19, kemudian dia baru menjalani tes untuk memibuktikan bukan Covid-19.

"Padahal nakes ini kan juga kerja (menangani terduga Covid-19). Artinya apa perlu dibuktikan itu," katanya.

Tak heran, ia menyebutkan Presiden Joko Widodo sampai marah karena insentif untuk nakes yang tangani Covid-19 tak kunjung cair. Artinya, dia melanjutkan, ini menjadi masalah besar dan menjadi krisis yang mencemarkan dan menakutkan.

Apalagi, dia melanjutkan, para nakes yang menangani Covid-19 sudah bekerja sejak Mei, Juni, Juli dan ketika insentifnya belum dibayar maka ini bisa menyulitkan nakes.

"Sudah kerjanya berat, fasilitasnya tidak ada. Kan itu buat pusing," katanya.

Karena itu, ia meminta seharusnya aturan mengenai ini lebih dipermudah. Kalau perlu, dia melanjutkan, insentif para nakes ini dibayar terlebih dahulu kemudian pembuktian mengenai hal ini bisa belakangan.

Sebab, jika uang insentif keluar, para nakes bisa menggunakannya untuk berbelanja sehingga roda ekonomi bisa berjalan.  "Tetapi kalau tidak punya uang bagaimana ekonomi berjalan," ujarnya.

Sebelumnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) angkat bicara mengenai penyebab terlambatnya pencairan dana insentif untuk para tenaga kesehatan (nakes), termasuk perawat. Keterlambatan itu merupakan efek dari terlambatnya usulan pembayaran tunjangan tenaga kesehatan dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah.

"Keterlambatan pencairan dana dikarenakan terlambatnya usulan pembayaran tunjangan tenaga kesehatan dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah. Hal itu terjadi karena usulan tersebut harus diverifikasi di internal fasilitas pelayanan kesehatan kemudian dikirim ke Kementerian Kesehatan," ujar Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kemenkes Abdul Kadir, Senin (29/6).

Ia mengakui, alurnya terlalu panjang sehingga membutuhkan waktu untuk proses transfer ke daerah. Selain itu, Kadir menyebutkan keterlambatan pembayaran juga disebabkan antara lain karena lambatnya persetujuan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement