Rabu 24 Jun 2020 09:47 WIB

Temani Istri Cuci Darah, Pensiunan Tentara Tertolong JKN-KIS

Pensiunan tentara ini bersyukur hadirnya jaminan kesehatan dari pemerintah

Tak terhitung berapa besaran biaya yang sudah dikeluarkan untuk menjalani cuci darah sang istri, dari penyakit gagal ginjal yang dideritanya sejak tahun 2009 silam. Apalagi jika dijumlahkan, mungkin sudah mencapai ratusan juta. Ungkapan tersebut berasal dari Turmudi (63) warga Kampung Taman Baru, Taktakan, Kota Serang, ketika ditemui saat mengantarkan istrinya Enong Holilah (55) untuk menjalani rutinitas cuci darah, di Rumah Sakit Sari Asih, Kota Serang, Senin (22/06).
Foto: BPJS Kesehatan
Tak terhitung berapa besaran biaya yang sudah dikeluarkan untuk menjalani cuci darah sang istri, dari penyakit gagal ginjal yang dideritanya sejak tahun 2009 silam. Apalagi jika dijumlahkan, mungkin sudah mencapai ratusan juta. Ungkapan tersebut berasal dari Turmudi (63) warga Kampung Taman Baru, Taktakan, Kota Serang, ketika ditemui saat mengantarkan istrinya Enong Holilah (55) untuk menjalani rutinitas cuci darah, di Rumah Sakit Sari Asih, Kota Serang, Senin (22/06).

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG--Tak terhitung berapa besaran biaya yang sudah dikeluarkan untuk menjalani cuci darah sang istri, dari penyakit gagal ginjal yang dideritanya sejak tahun 2009 silam. Apalagi jika dijumlahkan, mungkin sudah mencapai ratusan juta. Ungkapan tersebut berasal dari Turmudi (63) warga Kampung Taman Baru, Taktakan, Kota Serang, ketika ditemui saat mengantarkan istrinya Enong Holilah (55) untuk menjalani rutinitas cuci darah, di Rumah Sakit Sari Asih, Kota Serang, Senin (22/06).

Turmudi mengatakan, di saat istrinya didiagnosa oleh dokter menderita gagal ginjal dan disarankan untuk dilakukan cuci darah, dirinya tak dapat membayangkan penyakit yang membahayakan dan sangat membutuhkan biaya besar tersebut menghinggapi istri tercintanya.

“Pada awalnya, saya bersama anak-anak tak menyangka, sebab, kehidupan keluarga kami seketika berubah. Di mana, istri harus bergantung pada cuci darah yang harus dilakukannya 2 kali dalam seminggu. Selain itu, biaya adalah hal utama yang mengganggu pikiran saya, karena yang saya ketahui biaya untuk sekali cuci darah tidaklah murah,” cerita Turmudi, yang merupakan pensiunan tentara.

Namun, awan hitam yang menyelimuti keluarganya tersebut sedikit demi sedikit menunjukan kecerahan. Tepatnya, di saat dirinya berjuang mengobati sang istri ke rumah sakit dan ke tempat pengobatan alternatif dengan biaya sendiri, pemerintah menghadirkan BPJS Kesehatan tahun 2014, di mana menjadi penolong baginya mengenai biaya perawatan untuk istrinya.           

“Saya sangat bersyukur dan tertolong, akan hadirnya jaminan kesehatan dari pemerintah untuk masyarakat. Terlebih layanan cuci darah dapat diperoleh oleh semua peserta JKN-KIS dengan status kepesertaan aktif, sesuai indikasi medis dan mengikuti prosedur yang berlaku, sehingga biaya ditanggung oleh BPJS Kesehatan dari program gotong royong yang diterapkan dari iuran peserta setiap bulannya. Dan, di saat itu pula istri mendaftar menjadi peserta JKN-KIS,” ungkap Turmudi.

Pensiunan tentara itu tidk membayangkan jika dirinya hingga saat ini tidak terdaftar sebagai peserta JKN-KIS. Apalagi dengan biaya untuk melakukan hemodialisis sangat besar dan dirasa cukup menguras tabungan dirinya. “Nggak kebayang jika tidak ada BPJS Kesehatan. Sebab, uang yang sebelumnya terkumpul untuk investasi habis terkuras untuk mengobati istrinya,” Turmudi menambahkan.

Maka itu, Turmudi ingin mengetuk hati masyarakat yang merupakan peserta JKN-KIS untuk senantiasa melakukan kewajibannya membayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulannya dan jangan sampai menunggak. Karena, iuran tersebut sangat membantu peserta lain yang banyak membutuhkan.

“Pasien cuci darah di Indonesia ini bukan hanya istri saya saja, mungkin ada ratusan hingga ribuan orang yang sama deritanya, dan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Andaikan jika disuruh memilih, saya lebih baik membayar iuran dua kali lipat namun sehat daripada menderita sakit,” kata Turmudi dengan mata berkaca-kaca. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement