Rabu 17 Jun 2020 02:25 WIB

Dua Terdakwa Penyerang Novel Dinilai Bukan Pelaku Sebenarnya

Tuntutan ringan mengesankan jaksa ragu bahwa dua terdakwa adalah pelaku sebenarnya.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Andri Saubani
Suasana sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang disiarkan secara
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Suasana sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan dengan terdakwa Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang disiarkan secara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman mengkritik tuntutan 1 tahun penjara terhadap pelaku penyerangan Novel Baswedan. Benny menyebut hal ini mengesankan dua pelaku tersebut bukan pelaku sebenarnya.

"Tuntutan jaksa yang sangat rendah mengesankan kejaksaan memaksakan diri untuk menghadapkan orang ini ke meja hijau. Bukan orang ini pelaku yang sebenarnya, pelaku sebenarnya disembunyikan," kata Benny saat dihubungi wartawan, Selasa (16/6).

Baca Juga

Benny menyebut, jaksa seharusnya merupakan instrumen penegak hukum yang merepresentasikan upaya penegakan hukum pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun, tuntutan rendah ini dinilainya menunjukkan bahwa Jokowi tidak peduli pada kasus yang menimpa penyidik KPK tersebut.

"Rendahnya tuntutan ini mengesankan Presiden tidak punya peduli dengan kasus Novel Baswedan. Kasus yang dihadapi Novel adalah kejahatan besar, mengancam nyawa manusia dan secara fisik sudah ada kerusakan," kata dia.

Lebih lanjut, Benny menyebut Presiden Jokowi seperti menganggap kasus yang menimpa Novel adalah kasus kriminal biasa. Padahal kasus ini adalah kasus kriminal besar dengan tujuan menghambat agenda pemberantasan korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan yang luar biasa.

Ia juga menilai Presiden Jokowi tidak punya political will untuk memberantas korupsi dan melindungi para penegak hukum antikorupsi. "Membiarkan penyidik KPK dibunuh secara keji seperti ini adalah sebuah kejahatan demokrasi," ujar dia.

Benny berharap, hakim di pengadilan pro terhadap keadilan. Opsi pertama yang bisa dilakukan, kata Benny adalah melepaskan pelaku yang dituntut jika dia bukan pelakunya/karena dipaksakan.

Opsi kedua, tambah Benny, perintahkan Jaksa dan Polisi utk mencari pelaku sesungguhnya. Ketiga, perintahkan jaksa dan penyidik Polri untuk hadirkan aktor intelektualnya.

"Jika tidak, yang terjadi adalah peradilan sesat," ujar Benny menegaskan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement