Kamis 04 Jun 2020 19:14 WIB

Orang Tua tak Perlu Resah, Sekolah di DKI Tetap dari Rumah

Anies menegaskan, kegiatan belajar mengajar di sekolah jika kondisinya sudah aman.

Seorang siswi kelas 11 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melakukan kegiatan belajar mengajar menggunakan internet di Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (1/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan kegiatan belajar mengajar di DKI Jakarta tetap secara jarak jauh hingga kondisi aman dari Covid-19. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Seorang siswi kelas 11 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melakukan kegiatan belajar mengajar menggunakan internet di Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (1/4/2020). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan kegiatan belajar mengajar di DKI Jakarta tetap secara jarak jauh hingga kondisi aman dari Covid-19. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Amri Amrullah, Inas Widyanuratikah 

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan wilayah DKI Jakarta tetap melaksanakan masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dengan istilah PSBB Transisi. Masa PSBB Transisi ini tetap menekankan proses belajar mengajar bagi siswa dan guru di rumah, dan tidak di kegiatan di sekolah, termasuk ketika Tahun Ajaran Baru 2020/2021 dimulai pada 13 Juli mendatang.

Baca Juga

"Belajar mengajar di sekolah, belum dimulai terlebih dahulu. Tahun ajaran baru memang dimulai 13 juli 2020 tapi itu kalender akademik, tapi belajar di rumah," kata Anies, Kamis (5/6).

Anies menegaskan, kegiatan belajar mengajar di sekolah akan dimulai jika kondisinya sudah dinilai aman. Jika belum aman, kegiatan belajar mengajar tetap akan dilaksanakan secara jarak jauh.

"Karena itu bisa jadi 13 Juli sesuai tahun ajaran baru, kita masih belajar mengajar di rumah," terang Anies.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana mengatakan, kondisi kegiatan belajar mengajar di kelas akan disesuaikan melihat situasi terkini pandemi Covid-19. Karena itu, pelaksanaan kegiatan pembelajaran pada permulaan tahun pelajaran baru tersebut bukan merupakan pembukaan kembali sekolah.

"Pembukaan sekolah akan dilakukan setelah situasi dan kondisi dinyatakan aman dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan," terangnya.

Seperti diketahui sebelumnya, Disdik Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 467 Tahun 2020 tentang Kalender Pendidikan Tahun Pelajaran 2020/2021. Dalam surat tersebut, secara tegas dinyatakan bahwa yang diatur adalah Hari Pertama Sekolah yaitu pada 13 Juli 2020.

Tanggal tersebut menandai dimulainya tahun ajaran baru, bukan menandai kembalinya siswa untuk belajar di sekolah, setelah sejak 16 Maret 2020 siswa belajar dari rumah. Namun, Nahdiana menegaskan perlu dipahami oleh publik secara umum dan para orang tua siswa pada khususnya bahwa kegiatan sekolah itu bukan hanya yang dilakukan dalam bentuk tatap muka di area bangunan sekolah.

Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat (BKHM) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Evy Mulyani menegaskan tahun ajaran baru memang dimulai pada pertengahan Juli 2020. Namun, bukan berarti pada tanggal tersebut pembelajaran tatap muka mulai diberlakukan.

"Kita harus membedakan, antara tanggal 13 Juli itu adalah tanggal mulainya tahun ajaran baru 2020/2021. Tetapi, tidak sama dengan kegiatan belajar tatap muka," kata Evy, dikonfirmasi Republika, Kamis (4/6).

Sebelumnya, Kemendikbud melalui Plt. Diretkur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen), Hamid Muhammad mengatakan metode belajar akan tergantung kondisi di daerah. Pembelajaran untuk sekolah yang berada di zona merah dan zona kuning akan berbeda dengan sekolah yang berada di zona hijau.

Hamid menuturkan, metode pembelajaran yang diterapkan pada sekolah di zona merah dan zona kuning masih menggunakan sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sistem pembelajaran ini sama seperti yang dilakukan sejumlah sekolah selama masa pandemi sejak Maret 2020.

Adapun keputusan zona merah, zona kuning, maupun zona hijau merupakan keputusan dari Gugus Tugas Pencegahan Covid-19. "Jadi, yang membuka sekolah bukan Kemendikbud. Kemendikbud hanya memberikan syarat-syarat dan prosedur sekolah seperti apa yang boleh dibuka," kata Hamid menambahkan.

Ia juga mengatakan, keputusan prosedur sekolah boleh dibuka kembali masih terus dikoordinasikan. Menurut dia, Kemendikbud bersama pemangku kepentingan lain mendiskusikan hal ini termasuk Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Hamid mengatakan, IDAI merupakan salah satu pihak yang selama ini meminta agar pemerintah berhati-hati dalam keputusan membuka kembali sekolah untuk pembelajaran tatap muka. Terkait mekanisme sekolah di zona hijau ini, kata Hamid akan dijelaskan pekan depan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.

"Nah, nanti mekanismenya tolong menunggu pengumuman dari Pak Menteri," kata dia lagi.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) baru-baru ini mengadakan survei terhadap orang tua, guru dan peserta didik di 34 provinsi. Berdasarkan survei tersebut, sebanyak 85,5 persen orang tua khawatir jika sekolah dibuka kembali.

Melalui keterangan resminya, PGRI melakukan survei kepada 61.913 orang tua, 19,296 guru, dan 64.386 peserta didik. Survei disebar melalui jaringan organisasi di 514 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

"Hanya 14,5 persen orang tua yang tidak khawatir jika putra putrinya kembali ke sekolah," kata Unifah, Selasa (2/6).

Mayoritas orang tua nampaknya tetap menghendaki pembelajaran dilanjutkan dengan cara dalam jaringan (daring). Orang tua merasa khawatir apabila sekolah dibuka kembali di tengah pandemi Covid-19 yang saat ini masih belum memperlihatkan penurunan signifikan.

Berdasarkan survei tersebut juga, sebanyak 72,2 persen orang tua setuju pembelajaran jarak jauh (PJJ), sementara sisanya 27,8 persen tidak setuju. Mereka juga menyatakan, siswa mengikuti PJJ dengan baik sebanyak 68,5 persen dan 31,5 persen menyatakan belum baik.

Sementara kesiapan guru dalam new normal adalah 53,5 persen menyatakan siap, sisanya 46,5 persen menyatakan belum siap. Di sisi lain, terkait perpanjangan PJJ hingga akhir Desember 2020, sebanyak 42,6 persen siswa menyatakan setuju sementara 57,4 persen manyatakan tidak setuju.

"Perlu evaluasi dan perbaikan pelaksanaan PJJ agar ke depan lebih baik dan siswa merasa nyaman," kata Sekjen PB PGRI, Ali Rahim.

photo
New Normal di Sekolah - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement