Senin 18 May 2020 17:16 WIB

Eskalasi Pandemi Membesar Jika Hanya Fokus pada Ekonomi

Dalam situasi pandemi, mempromosikan ekonomi sama dengan membunuh nyawa lebih banyak.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Fuji Pratiwi
Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono (kanan).   Ideas menilai eskalasi pandemi akan membesar dan menjadi tak terkendali jika respon kebijakan masih berfokus pada ekonomi.
Foto: IDEAS
Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono (kanan). Ideas menilai eskalasi pandemi akan membesar dan menjadi tak terkendali jika respon kebijakan masih berfokus pada ekonomi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (Ideas) Yusuf Wibisono mengatakan, eskalasi pandemi akan membesar dan menjadi tak terkendali. Hal tersebut dapat terjadi jika respon kebijakan masih berfokus pada ekonomi. 

"Pelonggaran PSBB secara jelas bertujuan meningkatkan aktivitas ekonomi, sedangkan penanggulangan pandemi mengharuskan penurunan interaksi sosial. Maka, dalam situasi pandemi, mempromosikan ekonomi sama dengan membunuh nyawa lebih banyak," kata Yusuf menjelaskan, Senin (18/5). 

Baca Juga

Padahal menurutnya, PSBB di metropolitan terutama Jawa dan kota-kota besar luar Jawa adalah langkah tepat. Turunnya kinerja ekonomi secara drastis dalam jangka pendek karena pelaksanaan PSBB di empat provinsi dan 27 kabupaten/kota merupakan risiko yang harus dijalani untuk mengatasi pandemi.

Pelonggaran larangan mudik saat Idul Fitri 2020 yang hanya tinggal menghitung hari justru sangat berisiko. Berdasakan hasil simulasi Ideas, potensi pemudik seluruh Indonesia tahun ini mencapai 39 juta orang, baik mudik jarak dekat maupun jarak jauh. 

"Tanpa larangan yang tegas, mudik berpotensi mendorong eskalasi wabah," ungkap Yusuf. 

Dia menegaskan, potensi eskalasi penyebaran Covid-19 ke penjuru negeri didorong oleh pola mudik jarak jauh yang kuat ditemui di Jabodetabek, Yogyakarta Raya, Pekanbaru Raya, Batam Raya, dan Samarinda Raya. Potensi eskalasi penyebaran wabah dari daerah perkotaan ke daerah pedesaan didorong pola mudik jarak dekat yang sangat kuat terlihat di Surabaya Raya, Malang Raya, dan Medan Raya. 

Yusuf justru melihat setidaknya terdapat tiga kelemahan implementasi pelarangan mudik. Pertama, masih dimungkinkannya mudik antar wilayah nonPSBB dan nonzona merah. 

Kedua, larangan mudik dikecualikan untuk sarana transportasi darat yang berada dalam satu wilayah aglomerasi. Ketentuan ini berimplikasi diperbolehkannya mudik intra wilayah aglomerasi. Padahal, potensi mudik intra wilayah aglomerasi tidaklah kecil.

Ketiga yakni KRL Jabodetabek yang tetap  beroperasi meski diberlakukan pengaturan PSBB. Sebagai transportasi massal utama di Jabodetabek, Yusuf mengatakan, operasional KRL sangat signifikan dalam penyebaran Covid-19 karena tidak efektif memutus rantai penularan. 

"Jelang puncak mudik, alih-alih dilonggarkan, larangan mudik seharusnya semakin dipertegas," ungkap Yusuf. 

Dia menambahkan, terlalu mahal biaya yang akan hilang sia-sia bila PSBB menjadi tidak efektif karena lemahnya implementasi larangan mudik. Menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin adalah prioritas kebijakan tertinggi yang tidak dapat ditawar.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement