REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah menunjukan catatan yang baik selama tahun 2019 dalam hal memastikan kapal-kapal Indonesia yang berlayar keluar negeri telah memenuhi aspek kelaiklautan kapal yang diatur dalam persyaratan Tokyo MOU, kini Indonesia berada di posisi Grey List Tokyo MOU yang sebelumnya berada di posisi Black List.
Hal tersebut berdasarkan hasil Laporan Tahunan atau Annual Report Tokyo MOU 2019 yang dikeluarkan oleh Tokyo MOU yang menyebutkan bahwa saat ini posisi Indonesia sudah keluar dari Black List dan menempati posisi Grey List dan selanjutnya, Indonesia bersiap menuju White List di Tokyo MOU.
Demikian disampaikan Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Ahmad di Jakarta Kamis, (14/5). “Hasil laporan tahunan atau Annual Report Tokyo MOU 2019 ini merupakan kumpulan dari seluruh pemeriksaan kapal kapal niaga yang dilakukan oleh negara negara Anggota Tokyo MOU dimana terdapat 21 negara full member atau negara keanggotaan penuh,” kata Ahmad dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id.
Menurut Ahmad, keluarnya posisi Indonesia dari black list Tokyo MOU akan memberikan dampak yang sangat positif dan memberikan kepercayaan bagi pemilik muatan sehingga kapal kapal Indonesia akan banyak lagi yang dipercaya untuk membawa muatannya ke manca negara,” kata Ahmad.
Lebih jauh Ahmad mengatakan keberhasilan Indonesia keluar dari black List ini tidak terlepas dari hasil kerja keras dan upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Perhubungan cq. Direktorat Jendral Perhubungan Laut, dimana salah satunya pada tahun 2018 melalui Surat Edaran Dirjen Hubla Nomor. UM.003/11/8 DJPL-18 mewajibkan agar seluruh kapal berbendera Indonesia yang akan keluar negeri harus diperiksa secara ketat oleh Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal bersama dengan Pejabat Pemeriksa Kelaiklautan dan Keamanan Kapal Asing (PSCO).
“Surat Edaran Dirjen Hubla ini memberikan legalitas kepada para Pengawas Kapal asing (PSCO) untuk lebih ketat lagi dalam memberikan pengawasan terhadap kapal kapal berbendera Indonesia yang akan berlayar keluar negeri,” kata Ahmad.
Ahmat mencontohkan, salah satu Pelabuhan yang melaksanakan surat edaran tersebut adalah Pelabuhan Utama Tanjung Priok, dimana setiap kapal Indonesia yang akan keluar negeri mendapat pemeriksaan yang cukup ketat. Bagi kapal-kapal yang dari hasil pemeriksaan oleh PSCO ditemukan kekurangan yang berisiko kapal akan detained atau ditahan dan tidak diperbolehkan diberangkatkan serta tidak diberikan Surat Persetujuan Berlayar (SPB).
“Pemeriksaan yang sangat ketat inilah yang sekarang membawa dampak yang positif bagi pelayaran di Indonesia, dengan di masukannya Indonesia ke dalam Grey List yang selanjutnya dengan upaya upaya yang lebih keras lagi kita harapkan dapat masuk kepada White List untuk tahun mendatang,” kata Ahmad.
Kementerian Perhubungan menilai partisipasi Indonesia dalam keanggotaan Tokyo MoU memberikan sejumlah benefit dalam menjaga standard keamanan dan keselamatan kapal.
Adapun hasil pemeriksaan Port State Control (PSC) di bawah naungan Tokyo MoU diakui secara internasional. Keanggotaan Indonesia di Tokyo MoU juga membuat pelabuhan di Indonesia terbuka bagi kapal-kapal asing.
Selain itu, keseriusan Pemerintah Indonesia dalam menjamin kelaiklautan kapal Berbendera Indonesia ditunjukkan pula dengan membentuk Lembaga yang diberi nama Ship Safety Inspection - Center of excellence atau Pusat Unggulan Pemeriksaan Keselamatan Kapal, dimana tujuan utama dari Lembaga ini adalah untuk mendukung Kementerian Perhubungan dalam mencetak para Pemeriksa Keselamatan Kapal baik Marine Inspector maupun Port State Control Officer untuk melaksanakan pemeriksaan kapal berbendara Indonesia maupun kapal asing sehingga mempunyai kemampuan setara dengan standar pemeriksaan keselamatan kapal kelas dunia.
Ke depan Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut berharap agar keluarnya Indonesia dari Black List Tokyo MOU ini bisa memberikan dampak yang sangat positif sehingga kapal kapal Indonesia akan banyak lagi yang dipercaya oleh pemilik muatan untuk membawa muatannya ke luar negeri.
Sebagai informasi, Tokyo MoU adalah organisasi Port State Control (PSC) yang terdiri dari 21 negara anggota di Asia Pasifik. Organisasi ini bertujuan mengurangi pengoperasian kapal di bawah standard internasional lewat kerja sama kontrol di masing-masing negara anggota.
Setiap kapal harus menerapkan aturan standard International Maritime Organization (IMO) dan International Labour Organization (ILO), antara lain terkait keselamatan di laut, perlindungan lingkungan maritim, kondisi kerja, dan kehidupan awak kapal.