Rabu 13 May 2020 17:56 WIB

Kenaikan Iuran BPJS Dinilai Kian Memberatkan Saat Pandemi

Kenaikan seharusnya mempertimbangkan kemampuan masyarakat.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Agus raharjo
Pelayanan di kantor BPJS Kesehatan Cabang Lhokseumawe, Aceh.
Foto: BPJS Kesehatan
Pelayanan di kantor BPJS Kesehatan Cabang Lhokseumawe, Aceh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan memperparah kondisi masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, selain melanggar undang-undang, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 juga menambah beban masyarakat.

Apalagi, saat ini tengah terjadi pandemi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) yang berdampak pada ekonomi peserta mandiri kelompok pekerja informal. Timboel mengaku bisa menarik dua kesimpulan terhadap penerbitan Perpres 64/2020 ini. Pertama, pemerintah melanggar ketentuan undang-undang (UU) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menyatakan pemerintah membayar iuran JKN-KIS rakyat miskin.

Baca Juga

"Di Perpres 64 Tahun 2020 ini kelas III mandiri yaitu pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP) disubsidi Rp 16.500, padahal ada peserta PBPU dan BP yang mampu tapi iurannya disubsidi pemerintah," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (13/5).

Kedua, dia melanjutkan, pemerintah tidak memiliki kepekaan sosial terhadap rakyat peserta mandiri. Menurutnya, di tengah pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi saat ini putusan Mahkamah Agung (MA) beberapa waktu lalu mempertimbangkan daya beli masyarakat masih rendah, dan pelayanan BPJS kesehatan belum membaik.

Dengan pertimbangan hukum ini, seharusnya pemerintah berusaha bagaimana agar daya beli masyarakat ditingkatkan dan pelayanan BPJS Kesehatan juga ditingkatkan. Setelah itu, baru menaikkan iuran JKN-KIS. Tetapi pemerintah justru mengeluarkan perpres baru yang menyatakan peserta kelas I naik lagi menjadi Rp 150 ribu per orang per bulan dan kelas II menjadi Rp 100 ribu, sementara kelas III disubsidi Rp 16.500.

Kemudian untuk tahun 2021 peserta kelas III iurannya naik jadi Rp 35 ribu sehingga subsidi pemerintah menjadi Rp 7.000. "Padahal peserta mandiri adalah kelompok masyakarat pekerja informal yang sangat terdampak ekonominya oleh Covid-19 tetapi pemerintah dengan sepihak menaikkan lagi iuran kelas I dan II yang tidak berbeda jauh dengan iuran sebelumnya yang mengacu pada perpres 75/2019," katanya.

Timboel mengatakan, hal lain yg memberatkan peserta, salah satunya adalah denda naik menjadi 5 persen di 2021 padahal awalnya 2,5 persen. Menurutnya BPJS Watch, pemerintah sudah kehabisan akal dan nalar sehingga menaikkan iuran tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat. "Padahal di pasal 38 di pepres ini menyatakan kenaikan iuran harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement