Rabu 13 May 2020 13:05 WIB

Legislator: Pemerintah Lawan Putusan MA Soal Iuran BPJS

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan efektif pada Juli nanti.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus raharjo
Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay.
Foto: DPR RI
Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR, Saleh Partaonan Daulay, menilai langkah Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres 64/2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 merupakan upaya pemerintah melawan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Legislator dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini mengatakan, keputusan Presiden Jokowi ini sangat disayangkan. 

Namun, Saleh sudah menduga pemerintah akan berselancar melawan putusan MA sejak putusan yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan diketok. “Sejak awal, saya menduga pemerintah akan berselancar. Putusan MA akan dilawan dengan menerbitkan aturan baru. Mengeluarkan perpres baru tentu jauh lebih mudah dibandingkan melaksanakan putusan MA," kata Saleh saat dihubungi Republika.co.id melalui pesan singkat, Rabu (13/5).

Baca Juga

Ia menilai pemerintah terkesan tidak mematuhi putusan MA yang membatalkan Perpres 75/2019 sebelumnya yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Padahal, masyarakat banyak yang berharap agar putusan MA itu dapat dilaksanakan dan iuran tidak jadi dinaikkan.

Dalam Perpres 64/2020 itu, pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I dan II per Juli 2020. Sementara itu, tarif kelas III dinaikkan tahun depan yang dinilai Saleh agar pemerintah seolah peduli dengan masyarakat kelas bawah. '

“Uniknya lagi, iuran untuk kelas III baru akan dinaikkan tahun 2021. Pemerintah kelihatannya ingin membawa pesan bahwa mereka peduli masyarakat menengah ke bawah," kata Saleh.

Politikus PAN ini menilai pemerintah sengaja menaikkan iuran BPJS itu per 1 Juli 2020. Dengan begitu, ada masa ketika pemerintah melaksanakan putusan MA mengembalikan besaran iuran kepada jumlah sebelumnya, yaitu kelas I sebesar Rp 80 ribu, kelas II sebesar Rp 51 ribu, dan kelas III sebesar Rp 25,500.

"Artinya, pemerintah mematuhi putusan MA itu hanya 3 bulan, yaitu April, Mei, dan Juni. Setelah itu, iuran dinaikkan lagi," kata Saleh.

Dalam hal ini, pemerintah dinilai tidak memiliki empati kepada masyarakat. Terlebih, saat pandemi Covid-19 bukanlah waktu yang tepat menaikkan iuran BPJS Kesehatan. "Masyarakat di mana-mana lagi kesulitan. Dipastikan banyak yang tidak sanggup untuk membayar iuran tersebut," kata Wakil Ketua Fraksi PAN itu.

Dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tertulis bahwa iuran kelas I sebesar Rp 150 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta BP atau pihak lain atas nama peserta. Iuran kelas II sebesar Rp 100 ribu per orang per bulan dibayar oleh peserta PBPU dan peserta BP atau pihak lain atas nama peserta. Iuran kelas III tahun 2020 sebesar Rp 25.500; tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35 ribu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement