REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemohon uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 menilai ketentuan Perppu ini berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi. Dengan demikian, Pasal 27 ayat 1 digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Bahwa Pasal 27 ayat 1 yang memungkinkan terjadinya potensi tindak pidana korupsi," ujar Kuasa Hukum Pemohon, Zainal Arifin Hoesein dalam sidang pendahuluan di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (28/4).
Ia mengatakan, dalam Pasal 27 disebutkan, biaya yang dikeluarkan pemerintah selama penanganan pandemi Covid-19 bukan merupakan kerugian negara. Termasuk di dalamnya kebijakan bidang perpajakan, keuangan daerah, yang menjadi bagian pemulihan ekonomi nasional.
Pemohon Nomor Nomor 23/PUU-XVIII/2020 juga menilai Pasal 27 Ayat (2) dan (3) bermasalah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kedua pasal itu memiliki imunitas atau kekebalan hukum para pejabat yang melaksanakan Perppu Nomor 1 Tahun 2020.
Pasal 27 Ayat (2) menyebutkan, anggota, sekretaris, serta anggota sekretariat KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan), dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu Nomor 1 Tahun 2020, tidak dapat dituntut. Baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Kemudian, Pasal 27 Ayat (3) mengatakan, segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan ke peradilan tata usaha negara. Menurut pemohon, kedua ayat ini memberikan keistimewaan suatu pihak di mata hukum, sehingga melanggar prinsip equality before the law atau kesamaan hukum.
Hari ini, MK telah menggelar sidang pendahuluan tiga permohonan uji materi Perppu Covid-19. Pertama, permohonan diajukan sejumlah pemohon perseorangan, diantaranya Din Syamsuddin, Amien Rais, Sri Edi Swasono, dkk dengan Nomor 23/PUU-XVIII/2020.
Kedua, permohonan Nomor 24/PUU-XVIII/2020 diajukan sejumlah organisasi masyarakat, yakni Perkumpulan Masyarakat Antikorupsi (MAKI), Yayasan Mega Bintang Solo Indonesia 1997, KEMAKI, LP3HI, dan PEKA). Kemudian MK menerima permohonan dari Damai Hari Lubis yang langsung diregistrasi dengan Nomor 25/PUU-XVIII/2020.