Rabu 13 May 2020 22:16 WIB

Pemerintah Apresiasi DPR Sahkan Perppu Covid-19 Jadi UU

Jubir Presiden mengapresiasi DPR sahkan Perppu Covid-19 jadi undang-undang.

Sejumlah anggota DPR menghadiri Rapat Paripurna masa persidangan III 2019-2020 secara langsung,  di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Dalam rapat paripurna tersebut beragendakan penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN TA 2021 dan pengambilan keputusan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 atau Perppu Corona menjadi UU
Foto: ANTARA/muhammad adimaja
Sejumlah anggota DPR menghadiri Rapat Paripurna masa persidangan III 2019-2020 secara langsung, di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Dalam rapat paripurna tersebut beragendakan penyampaian Pemerintah terhadap Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM dan PPKF) RAPBN TA 2021 dan pengambilan keputusan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 atau Perppu Corona menjadi UU

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pemerintah mengapresiasi dukungan DPR yang telah menyetujui pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 menjadi undang-undang. Perppu Covid-19 terkait kebijakan keuangan negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi corona.

"Dukungan DPR tersebut akan mempercepat upaya pemerintah membantu rakyat yang terkena dampak wabah Covid-19," kata Juru Bicara Presiden Bidang Hukum Dini Purwono di Jakarta, Rabu (13/5).

Baca Juga

Dini mengatakan, dengan pengesahan ini penanganan wabah Covid-19 dan dampaknya akan menjadi lebih cepat dan maksimal. Selanjutnya, Pemerintah akan segera mengesahkan dan mengundangkan ketentuan hukum tersebut. Saat ini, menurut Dini, pemerintah sedang fokus pada upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19, pemerintah pun mengharapkan kerja sama dan dukungan dari masyarakat luas.

Penyebaran Covid-19, kata dia, bukan hanya berdampak pada masalah kesehatan, melainkan juga masalah kemanusiaan dalam aspek sosial dan ekonomi. Untuk mengatasi kondisi yang mendesak itu, kata Dini, pemerintah mengeluarkan kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan yang sudah disetujui DPR dan ditetapkan menjadi UU.

Ketentuan hukum tersebut merupakan fondasi bagi pemerintah untuk melakukan langkah luar biasa untuk menghadapi dampak dari Covid-19 dalam bentuk mitigasi dan pemulihan ekonomi. "Mitigasi dampak wabah Covid-19 dilakukan, antara lain melalui peningkatan anggaran untuk kebutuhan kesehatan dan bantuan sosial bagi masyarakat. Sementara itu, pemulihan ekonomi untuk membantu korporasi dan UMKM, antara lain melalui relaksasi pajak dan restrukturisasi pinjaman," kata Dini.

Terkait dengan permohonan judicial review atas Perppu No. 1/2020, Pemerintah siap mengikuti dan menghormati permohonan tersebut serta menyerahkan putusannya di tangan Mahkamah Konstitusi. "Pemerintah menghormati hak setiap warga di depan hukum. Namun, keluarnya perppu harus dilihat dalam konteks situasi yang mendesak sehingga memerlukan langkah-langkah cepat untuk menolong rakyat yang mengalami kesulitan dan tekanan ekonomi akibat dampak wabah Covid-19," kata Dini menjelaskan.

Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pemerintah memutuskan total tambahan belanja dan pembiayaan APBD untuk penanganan Covid-19 sebesar Rp405,1 triliun. Total anggaran tersebut dialokasikan sebesar Rp110 triliun untuk jaring pengaman sosial, Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, serta Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

Namun, Pasal 27 pada Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sempat menjadi polemik karena dianggap memberikan imunitas atau kekebalan hukum kepada penyelenggara perppu.

Pasal 27 Ayat (2) berbunyi, "Anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikat baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan."

Selanjutnya, Pasal 27 Ayat (3) berbunyi, "Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement